Sidoarjo – Pada 4 April 2022, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menyampaikan siaran pers untuk menanggapi upaya Malaysia mengajukan bahasa Melayu sebagai bahasa kedua ASEAN. Menyikapi upaya Malaysia itu, Mendikbudristek menyampaikan pandangan bahwa Bahasa Indonesia lebih layak untuk dikedepankan dengan mempertimbangkan keunggulan historis, hukum, dan linguistik. Mendikbudristek kemudian menjelaskan bahwa di tingkat internasional, bahasa Indonesia telah menjadi bahasa terbesar di Asia Tenggara dan persebarannya telah mencakup 47 negara di seluruh dunia.
Selaras dengan Mendikbudristek, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof. E. Aminudin Aziz, Ph.D. menyatakan bahwa bahasa Indonesia modern memiliki gramatika sendiri dan juga kosakata sendiri, yang diperkaya oleh bahasa asing seperti Belanda, Portugis, Arab, Inggris, dan lain-lain, dan juga bahasa-bahasa daerah. Kedua, bahasa Melayu di dalam konteks Indonesia merupakan salah satu dari 718 bahasa daerah di Indonesia. Sementara itu, bahasa Indonesia adalah bahasa nasional dan bahasa negara dalam sistem politik kenegaraan Indonesia. Ketiga, jumlah penutur bahasa Indonesia jauh lebih banyak daripada jumlah penutur bahasa Melayu. Demikian juga persebarannya yang telah mencapai puluhan negara di dunia. Saat ini saja, Badan Bahasa sudah mengampu dan membina pembelajaran BIPA pada lebih 40 negara. Yang diajarkan di negara-negara itu adalah bahasa Indonesia. Keempat, Tingkat keterpahaman (mutual intelligibility) bahasa Indonesia lebih tinggi daripada bahasa Melayu. Penutur bahasa Melayu akan memahami isi pembicaraan/tulisan orang yang sedang bertutur/menulis dalam bahasa Indonesia. Sebaliknya, tuturan/tulisan dalam bahasa Melayu belum tentu bisa (dengan mudah) dimengerti oleh penutur bahasa Indonesia.
Asrif, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur menyatakan mendukung secara penuh sikap Mendikbudristek dan pandangan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa. Menurut Asrif, bahasa Indonesia memang lebih layak menjadi bahasa ASEAN dibandingkan bahasa Melayu. Sebabnya, bahasa Indonesia memiliki kosakata yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan kosakata bahasa Melayu. Selain itu, bahasa Indonesia sedang berkembang di lebih 47 negara. Jadi, bahasa Indonesia bahkan tidak saja layak menjadi bahasa ASEAN, tetapi juga layak menjadi bahasa dunia.
Saat ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terus mengembangkan bahasa Indonesia menjadi bahasa modern. Bahasa Indonesia yang semula berasal dari bahasa Melayu telah tumbuh dan berkembang jauh melampaui bahasa Melayu. Setiap tahun, kosakata bahasa Indonesia terus bertambah, salah satunya bersumber dari bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia. Hal penting lainnya ialah penamaan bahasa Indonesia digagas oleh seorang pemuda dari Madura bernama M. Tabrani. Ia yang menjadi Ketua Kongres Pemuda I pada tahun 1926 dengan sangat gigih mengajukan nama “bahasa Indonesia” sebagai nama bahasa nasional. (AS)