Sirikit Syah tergolong cerpenis koran karena cerpen-cerpennya terbit lebih dulu di koran sebelum diterbitkan menjadi buku dan menunjukkan keterikatannya de-ngan aturan koran, yaitu pendek dan masalah-masalahnya tidak jauh dari masalah yang diberita-kan koran. Kumpulan cerpen pertamanya berjudul Harga Perempuan dan diterbitkan oleh penerbit Gorong-gorong Budaya, Jakarta pada tahun 1997. Kumpulan cerpennya yang ke-2 berjudul Sensasi Selebriti diterbitkan oleh Pustaka Pelajar, Yogyakarta pada tahun 2007.
Sirikit lahir di Surabaya pada tanggal 28 Juli 1960. Ia anak ke-7 dari dua belas bersaudara. Sirikit berasal dari suku Jawa dan beragama Islam. Pendidikan formalnya sejak SD sampai dengan SMA ia selesaikan di Surabaya. Selepas SMA, ia meneruskan ke Jurusan Bahasa Inggris, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Negeri Surabaya dan lulus pada tahun 1984 dengan skripsi ”Cerpen-cerpen Ernest Hemingway” di bawah bimbingan Budi Darma.
Sirikit menolak tawaran menjadi dosen di almamaternya dan memilih bergabung dengan Surabaya Post sebagai wartawan. Pada tahun 1988, ia mendapat beasiswa dari Nihon Shimbun Kyokai (NSK) Jepang. Ketika sudah menduduki jabatan redaktur pada tahun 1990, Sirikit beralih ke SCTV dan memulai kariernya dari bawah kembali. Kariernya di SCTV berkembang mulai dari pengkliping pemberi-taan, staf humas, sekretaris, manager produksi, penulis script, reporter, produser hingga koordinator liputan Indonesia Timur. Tahun 1996, Sirikit berhenti dari SCTV dan menjadi koresponden The Jakarta Post serta konsultan di Centris (Centre for Television Research and Inovations).
Tahun 1994—1995, ia mendapat beasiswa Hubert H. Humphrey dari pemerintah Amerika Serikat untuk kuliah dan magang di bidang jurnalisme televisi di AS. Ia kuliah di Syracuse University, Syracuse, New York kemudian magang di stasiun lokal WHTV-5 yang berafiliasi dengan CBS dan di CNN biro Washington DC. Sirikit adalah wanita karier yang banyak berkecimpung dalam dunia kewartawanan.
Di Jawa Timur namanya tidak dapat dilepaskan dari dunia komunikasi. Tahun 1996, ia mendirikan Lembaga Swadaya Masyarakat Media Watch yang mengamati dan mengkaji liputan-liputan dan tulisan-tulisan yang dimuat di berbagai media. Kajian itu diterbitkan setiap bulan dalam bentuk newsletter. Ia juga menjadi penggerak peace journalism di Jawa Timur. Untuk itu, ia mendapat penghargaan dari lembaga asal Jepang, Ashoka pada tahun 2002. Ia menjadi ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur tahun 2004.
Di samping sebagai warta-wan dan sastrawan, ia juga dikenal sebagai budayawan, seniman, dosen, dan ibu rumah tangga. Ia banyak aktif di bengkel-bengkel kesenian. Ia pernah menjabat Ketua Bengkel Muda Surabaya, Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Surabaya, dan Ketua Presidium Dewan Kesenian Surabaya. Dalam dunia akademik, Sirikit juga tercatat pernah menjadi Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA-AWS) dan menjadi dosen di Universitas Dr. Soetomo. Ia menikah dengan Choirul Anam dan dikaruniai dua putra, Aldila Kirana dan Bintang Choirulputra.
Sirikit sudah menyukai dunia tulis menulis sejak sekolah dasar. Kemampuannya menulis berkembang baik semasa SMA karena banyak membaca dan bergaul dengan para seniman. Ia aktif menulis ketika mahasiswa di FPBS IKIP Surabaya. Ia pernah memenangkan lomba penulisan cerpen antarmahasiswa FPBS se-Indonesia tahun 1979—1980.
Peran ganda Sirikit sebagai wartawan dan sastrawan tergam-barkan dalam cerpen-cerpennya yang juga meramu dua unsur yang tidak selamanya sama, yaitu kontemporer dan kontekstual. Cerpen-cerpen Sirikit memang cocok untuk koran karena memenuhi hakikat koran, yaitu berita. Sirikit mengangkat sisi human interest dari berita-berita di koran, seperti perselingkuhan, pelecehan, dan ketidakadilan.
Sirikit Syah meninggal dunia pada 26 April 2022 karena kanker yang telah lama menggerogoti tubuhnya.
Sumber: Roesmiati, Dian. 2012. Ensiklopedia Sastra Jawa Timur. Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur