Sandur, Cerita Masyarakat Agraris dari Tuban

Jawa Timur memiliki banyak sekali kesenian budaya yang hingga saat ini masih tetap dilestarikan. Salah satunya adalah kesenian sandur. Kesenian sandur merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Di tengah gempuran modernisasi, kesenian sandur masih tetap eksis di kalangan masyarakat.

Kesenian sandur  Tuban tidak jauh berbeda dengan ludruk yang ada di Surabaya. Bedanya, kesenian sandur bercerita tentang pertanian lokal yang ada di Tuban. Kata sandur berasal dari kata san (isan) yang berarti ‘selesai panen  dan dhur (ngedhur) yang berarti ‘sampai habis’. Pada awalnya, kesenian sandur menjadi media hiburan bagi masyarakat agraris yang telah bekerja di sawah yang kemudian berkembang sebagai kesenian yang disakralkan. Sandur bercerita mengenai aktivitas pertanian berurutan dari mengolah tanah hingga memanen hasil pertanian.

Kesenian yang memiliki empat tokoh bernama Balong, Pethak, Cawik dan Tangsil ini, diperankan oleh empat anak muda yang belum dikhitan. Hal tersebut dikarenakan anak yang belum dikhitan belum memiliki dosa dan dianggap suci.

Bahasa yang digunakan dalam kesenian Sandur adalah bahasa Jawa Ngoko dan sedikit bahasa Jawa Krama. Pada saat pertunjukan ini berlangsung, pemeran akan berputar searah jarum jam di tanah lapang. Unsur dalam sandur ini terdapat tarian, karawitan, dan beberapa parikan dhandhanggula dan cangkriman yang berisi tentang nasehat dan petuah bagi masyarakat bahwa kita hidup di dunia ini berdampingan dengan alam dan makhluk lainnya. Sebagai makhluk sosial sepatutnya untuk saling menghormati dan tidak hidup semana-mena, sombong dan selalu mawas diri dalam melakukan segala hal di dunia. (DI)

 

Diolah dari berbagai sumber

Bookmark the permalink.

One Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *