UNESCO pernah meneliti terkait penggunaan bahasa di seluruh dunia pada tahun 2000. Terdapat fakta, bahwa bahasa Jawa berada di peringkat keโ11, sedangkan bahasa Indonesia berada di urutan keโ51. Saat itu, bisa dikatakan bahasa Jawa lebih kuat eksistensinya dibandingkan dengan bahasa Indonesia, tetapi seiring perkembangan zaman keberadaan bahasa Jawa sebagai bahasa daerah semakin tergusur. Tidak hanya bahasa Jawa, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mencatat, bahwa dari 718 bahasa daerah terdapat 25 bahasa daerah terancam punah, enam bahasa berstatus kritis, dan sebelas bahasa mengalami kepunahan.
Era globalisasi yang semakin merajalela, perubahan budaya dan pergeseran komunikasi semakin terasa signifikan. Satu di antara dampak yang menonjol adalah tergerusnya penggunaan bahasa daerah di kalangan anak muda. Bahasa daerah yang selama ini menjadi bagian penting dari identitas dan budaya lokal, kini menghadapi tantangan serius untuk bertahan di tengah arus globalisasi yang begitu kuat.
Globalisasi, dengan segala daya tariknya dalam bentuk teknologi, media massa, budaya pop, dan bahasa internasional seperti Inggris, telah membuka pintu bagi dunia untuk bersatu dalam caraโcara yang sebelumnya sulit dibayangkan. Namun, globalisasi juga membawa implikasi tak terhindarkan pada budaya lokal dan bahasa daerah yang merupakan bagian dari kekayaan budaya suatu komunitas.
Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, E. Aminuddin Aziz menyampaikan bahwa pelindungan bahasa dan sastra daerah merupakan program prioritas Kemendikbudristek yang harus berjalan serentak bersama pemerintah daerah. Pertimbangannya, Indonesia memiliki banyak bahasa dan sastra daerah, tetapi kondisinya banyak yang kritis dan terancam punah. Kepunahan bahasa dan sastra daerah tersebut terjadi karena menurunnya jumlah penutur bahasaโbahasa dan sastra daerah, hal itu disebabkan oleh sikap penutur terhadap bahasa. Di antaranya mobilitas dan perkawinan silang antarras. Oleh karena itu, revitalisasi bahasa daerah ini menjadi tanggung jawab semua pihak, khususnya pemerintah dan generasi muda yang direpresentasikan oleh Duta Bahasa.
Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur sebagai UPT dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa telah menggaungkan kegiatan pelestarian bahasa daerah melalui berbagai kegiatan pemetaan bahasa, visualisasi bahasa, dan puncaknya adalah revitalisasi bahasa dan sastra daerah (RBD) pada bulan Februari 2023. Kegiatan RBD berujud pelatihan kepada 300 guru master dilaksanakan di wilayah Madura (Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep) dan Banyuwangi. Kita ketahui bahwa terdapat dua bahasa daerah yang kondisinya rentan di Jawa Timur, yaitu bahasa Madura dan bahasa Jawa dialek Using. Sebagai wujud dari Merdeka Belajar Episode keโ17, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur merevitalisasi kedua bahasa daerah tersebut dengan tujuan agar tetap dituturkan dan dicintai oleh para penutur.
Dalam upaya merevitalisasi bahasa daerah, bukan hanya diartikan sebagai upaya penuturan kembali bahasa daerah yang kritis atau terancam punah, tetapi juga diartikan sebagai upaya untuk menciptakan bentuk dan fungsi baru terhadap bahasa tertentu yang berpeluang sebagai kearifan lokal suatu daerah dalam bentuk isolek maupun subdialek. Dalam hal ini, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur memiliki mitra aktif yaitu Duta Bahasa Jawa Timur yang tidak hanya berperan sebagai pelaksana program terpusat, tetapi juga sebagai inisiator aktif dalam upaya membangkitkan minat berbahasa bagi generasi muda terhadap bahasa dan sastra daerah. Hal tersebut terwujud dari kepedulian Duta Bahasa Jawa Timur terhadap upaya pendokumentasian bahasa daerah yang terkategorikan sebagai isolek, yaitu isolek Jombangan.
Isolek merupakan istilah awal yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu wicara merupakan subdialek, dialek, atau sebuah bahasa. Beberapa daerah di Jawa Timur menggunakan isolek yang berbedaโbeda, sebagai contoh isolek Jombangan di Kabupaten Jombang. Hal itu disebabkan karena terdapat beberapa perubahan dari sudut pandang unsurโunsur kebahasaan. Perubahan yang terjadi tersebut dapat berupa penambahan, pengurangan, dan bentuk perubahan lain yang dilihat dari unsur fonologis, morfologis, leksikal, dan sintaksis.
Isolek Jombangan adalah salah satu isolek yang ada dalam bahasa Jawa. Isolek Jombangan digunakan oleh masyarakat di Kabupaten Jombang. Menurut hasil pengamatan singkat di lapangan, sebagian masyarakat masih menggunakan isolek tersebut sebagai media komunikasi sehariโhari. Hal itu terlihat dari pemahaman yang positif dalam setiap komunikasi yang terjadi, baik penutur usia muda maupun penutur usia tua.
Menanggapi hal tersebut, sebagai wujud sumbangsih terhadap upaya pelestarian isolek Jombangan, maka Duta Bahasa Jawa Timur menginisiasi krida kebahasaan dan kesasastraan sebagai wadah bagi generasi muda yang memiliki kepedulian terhadap pelestarian bahasa daerah. Hal tersebut diaktualisasikan dalam program bertajuk โBESUTโ yang diambil dari salah satu tokoh kesenian khas Kabupaten Jombang disebut Besutan. BESUT sendiri merupakan akronim dari โ๐ฎ๐ฃ๐ฆ๐ต๐ข ๐ฎ๐ข๐ฌ๐ด๐ถ๐ฅโ atau dalam bahasa Indonesia berarti โmembawa maksudโ. Pengambilan nama ini dilakukan karena sejalan dengan program yang diinisiasi oleh Duta Bahasa Jawa Timur, yakni membawa maksud untuk turut serta mengambil langkah nyata dalam pelestarian bahasa daerah. Program ini dilakukan dengan cara memberikan edukasi kepada siswa sekolah dasar yang ada di Kabupaten Jombang dengan menggunakan media berupa buku interaktif dan susu edukasi. Media tersebut dipilih karena dianggap sebagai sesuatu yang dekat dengan siswa sekolah dasar, serta dapat membangkitkan suasana belajar menjadi lebih menarik dan menyenangkan.
Dalam buku interaktif BESUT, terdapat berbagai informasi seputar basa Jombangan, sastra, dan budaya dari Kabupaten Jombang. Buku ini digunakan oleh siswa untuk mengasah kemampuan berpikir siswa dan meningkatkan pemahaman terkait basa Jombangan. Selain buku interaktif, program BESUT juga memanfaatkan media lain yakni susu sapi edukasi. Dalam pengadaan susu sapi edukasi, Duta Bahasa Jawa Timur bekerja sama dengan UMKM setempat, yang membedakan susu sapi edukasi dengan produk sejenis adalah penggunaan label yang berisi informasi kebahasaan. Selain itu, dalam label tersebut juga terdapat kode respons cepat yang dapat dipindai oleh pengajar sebagai salah satu materi pembelajaran kepada anakโanak. Dalam kode respons cepat tersebut berisi video tentang budaya dan kesenian khas Kabupaten Jombang yang dapat digunakan untuk meningkatkan literasi visual peserta didik.
Dalam praktiknya, program ini berkolaborasi dengan berbagai pihak, salah satunya adalah seorang budayawan, penulis, dan pengajar bahasa daerah asal Kabupaten Jombang yang bernama Dian Sukarno. Bapak Dian Sukarno menulis sebuah โ๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ด ๐๐ข๐ด๐ข ๐๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏโ yang kemudian digunakan sebagai dasar bahan ajar materi program โBESUTโ. ๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ด ๐๐ข๐ด๐ข ๐๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ merupakan kumpulan dari isolek yang dituturkan oleh masyarakat di Kabupaten Jombang.
๐๐ข๐ฎ๐ถ๐ด ๐๐ข๐ด๐ข ๐๐ฐ๐ฎ๐ฃ๐ข๐ฏ๐จ๐ข๐ฏ berisi lebih dari 10.000 kata yang berhasil dikumpulkan oleh Pak Dian sejak tahun 2014. Upaya pendokumentasian bahasa dilakukan atas dasar kepedulian Pak Dian terhadap pelestarian bahasa daerah di era saat ini. Upaya pendokumentasian bahasa itu tidak cukup jika tidak diimbangi dengan peningkatan penutur bahasa tersebut. Oleh karena itu, BESUT hadir untuk memperkenalkan dan turut melestarikan isolek Jombangan. Upaya ini dilakukan agar isolek Jombangan sebagai salah satu unsur terkecil bahasa sekaligus akar budaya Kabupaten Jombang tidak terlupakan dan tetap dituturkan oleh para penutur muda. Hal ini disebabkan karena penutur muda merupakan pembaharu masa depan yang diharapkan mampu menjadi tunasโtunas yang memberi harapan untuk tumbuh kembang bahasa daerah.
Upaya ini tentu membutuhkan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, program BESUT telah bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Jombang, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Jombang, serta didukung penuh oleh Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur. Segala bentuk dukungan ini dimanfaatkan untuk mengembangkan program revitalisasi bahasa daerah khususnya isolek Jombangan. Kedepan, diharapkan metode yang digunakan dalam program BESUT dapat diterapkan untuk melestarikan bahasa daerah lain di Indonesia.
Duta Bahasa Jawa Timur paham betul jika metode revitalisasi bahasa daerah di seluruh Indonesia tidak bisa disamakan. Namun, upaya dan langkah nyata generasi muda terrsebut diharapkan mampu memberikan contoh dan menyadarkan seluruh elemen masyarakat terkhususnya generasi muda yang berkewajiban mengambil peran dalam upaya pelestarian bahasa daerah. Selain itu, upaya pendokumentasian bahasa yang dilakukan Bapak Dian Sukarno juga patut diapresiasi dan didukung penuh. Hal itu menjadi salah satu bukti peran nyata dari masyarakat dalam pelestarian bahasa daerah. Walaupun sekadar isolek, tetap harus dilestarikan sebagai bentuk upaya untuk mempertahankan jati diri dan akar budaya suatu daerah.
Berawal dari kepedulian dan langkah kecil ini, Duta Bahasa Jawa Timur sebagai representasi generasi muda berharap dapat menyumbangkan perubahan besar bagi bangsa Indonesia. Melalui program BESUT diharapkan mampu membuka mata para generasi muda akan pentingnya penggunaan bahasa daerah, serta memunculkan rasa bangga dalam diri penutur bahasa daerah terhadap bahasa, karena bahasa adalah jati diri, identitas, serta aset yang sangat berharga bagi bangsa.