Surabaya – Kamis, 16 November 2023, KKLP Literasi Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBP Jawa Timur) kembali menggelar kegiatan sarasehan literasi. Mengusung tema “Ada Udang di Balik Ludruk”, kegiatan ini menghadirkan tokoh legendaris ludruk di Jawa Timur, Kartolo dan seniman ludruk kawakan, Meimura. Bertempat di Gedung Cut Nyak Dien BBP Jawa Timur, acara dibuka dengan penampilan tari Remo oleh Cak Kitri dan parikan oleh siswa SMKN 12 Surabaya yang sedang magang di BBP Jawa Timur.
Kegiatan sarasehan literasi ini dihadiri oleh beberapa sastrawan Jawa Timur seperti Widodo Basuki dan M. Yofi Prayoga dari PPSJS, M. Choiri (Unesa), Yunus (Kreasi Rumah Pena), siswa SD, SMP, SMA dan SMK di Surabaya,guru, dosen STKW, dan lain-lain. Selain itu, hadir pula AKBP Saswito, S.E., M.H., Kasubdit Binpolmas Ditbinmas Polda Jawa Timur. Dalam sambutannya, Saswito sangat mengapresiasi kegiatan sarasehan yang mengangkat kembali keberadaan ludruk ini yang mulai ditinggalkan generasi muda. “Kegiatan ini perlu diapresiasi, karena mengajak anak-anak muda untuk mengenalkan ludruk sebagai salah satu kesenian khas Jawa Timur yang sudah hampir mati,” ujar AKBP Saswito. Selain itu, Kasubdit Binpolmas Ditbinmas Polda Jawa Timur juga menginformasikan beberapa program Polda Jawa Timur terkait dengan pembinaan komunitas-komunitas yang ada di Jawa Timur.
Kepala BBP Jawa Timur, Dr. Umi Kulsum, M.Hum. dalam sambutannya, menyampaikan bahwa kesenian daerah perlu dilestarikan dan diperkenalkan kepada generasi muda. Generasi muda merupakan generasi penerus yang mempunyai tugas untuk mengangkat kembali kesenian daerah ke kancah nasional bahkan internasional, salah satunya adalah ludruk. ”Semoga melalui sarasehan literasi ini, kita menjadi lebih peduli terhadap warisan budaya lokal. Banyak pesan moral yang terkandung di dalam seni ludruk, termasuk catatan, peristiwa, sejarah, dan lain-lain,” pungkas wanita berhijab ini.
Kegiatan sarasehan literasi yang dipandu oleh salah satu sastrawan Jawa Timur, R. Djoko Prakosa, ini menghadirkan Kartolo dan Meimura sebagai narasumber. Meimura dalam paparannya mengupas proses kreatif dalam pertunjukan ludruk. Sebagai seni tradisonal, Ludruk dapat ditampilkan dalam berbagai bentuk seni lainnya seperti drama, tari, musik, dan komedi bergantung pada impovisasi pemainnya. ”Cerita yang dibawakan dalam pertunjukkan ludruk pada umumnya sederhana, oleh karena itu improvisasi pemain ludruk sangat penting,” tegasnya.
Untuk menyemarakkan suasana, sebelum berlanjut ke narasumebr berikutnya, Agus Kuprit diminta untuk membawakan beberapa kidungan agar dapat menjadi contoh bagi para undangan terutama siswa-siswa sekolah yang hadir. Pada sesi kedua, Kartolo menyampaikan tentang filosofi yang terkandung di dalam seni ludruk. Pengejahwantahan ludruk dalam kehidupan bermasyarakat ternyata berdampak cukup signifikan. Para penikmat ludruk dapat melepaskan stres dengan menikmati sajian seni tradional penuh humor. Di dunia pendidikan, ludruk juga memberikan dampak positif karena banyak pesan moral dan kehidupan yang dapat diambil sebagai bahan refleksi dan sumber pembelajaran pengenalan budaya lokal. ”Melalui pertunjukan ludruk, generasi muda dapat lebih mengenal warisan budaya lokal yang ada di Jawa Timur. Selain itu ludruk juga dapat dijadikan sarana pemberdayaan ekonomi,” terang suami dari Kastini ini. Baginya ludruk tidak hanya digunakan sebagai hiburan saja, tetapi juga sebagai cerminan masyarakat dan alat untuk menyampaikan pesan moral. (Mon)