Sumono Sandy, Sastrawan asal Kota Jathilan

Sumono Sandy Asmoro lahir di Ponorogo, Jawa Timur. Ayahnya bernama Misdjan dan ibunya bernama Simiati, seorang petani Ponorogo. Pengarang laki- laki yang sering menggunakan nama samaran Candra Dyah Pambayun ini menyelesaikan pendidikan SD (1977—1985), dan SLTA (1988—1991) di kota kelahirannya Ponorogo. Setelah lulus SLTA, Sumono meneruskan kuliah di FPBS IKIP Surabaya, mengambil Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, dan memperoleh gelar sarjana pendidikan pada tahun 2000. Namun, sebelum lulus sarjana, ia pernah menjadi guru (hingga 1997).

Sumono Sandy Asmoro adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Pria beragama Islam yang sekarang bertempat tinggal di Desa Bancangan, Sambit, Ponorogo ini tinggal di Karang- rejo, Gang X, Nomor 21, Surabaya. Kegemaran menulis sastra Jawa sejak masih mahasiswa, sekitar tahun 1996 dan bukan suatu kebetulan karena ia adalah mahasiswa jurusan bahasa dan sastra Jawa.

Sumono Sandi Asmoro lebih suka menulis karya sastra Jawa karena menurutnya keadaan sastra Jawa kini semakin menderita sehingga tidak boleh dibiarkan saja. Sebagai orang Jawa yang memiliki tanggung jawab membina dan mengembangkan kebu-dayaan Jawa ia bertekad terus bergelut bersama sastra Jawa. Itulah sebabnya, Sumono semakin aktif menulis dan memublikasikan karya-karyanya lewat berbagai majalah berbahasa Jawa seperti Panjebar Semangat, Jaya Baya, Mekar Sari, dan Djoko Lodang. Hal di atas dibuktikannya bahwa hingga sekarang sudah cukup banyak karyanya yang termuat di majalah berbahasa Jawa, dan karyanya itu berwujud geguritan, crita cekak, roman secuil, crita rakyat, crita misteri, dan naskah drama atau sandiwara. Sebagai salah seorang pengarang sastra Jawa, Sumono sudah mulai menunjukkan kualitasnya. Hal itu terbukti hingga kini ia telah menerima berbagai penghargaan. Cerpennya yang berjudul “Rokok”, misalnya, telah ditetapkan sebagai sepuluh besar dalam sayembara mengarang crita cekak yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Yogyakarta dan cerpen itu kemudian diterbitkan dalam antologi Liong Tembang Prapatan. Sementara itu, geguritannya yang berjudul “Nggugat Angkasa”, juga ditetapkan sebagai juara dua dalam lomba menulis geguritan yang diselenggaran oleh Radio Khusus Informasi Pertanian (RKIP) Wonocolo, Surabaya, tahun 1999. Cerpennya yang ditulis dalam bahasa Indonesia, berjudul “Sang Aktor”, meraih penghargaan sebagai nominasi pertama dalam Pekan Seni Mahasiswa Tingkat Nasional V tingkat Regional Jawa Timur tahun 1999. Sampai saat ini ia belum sempat mengumpulkan dan menerbitkan karya-karyanya sendiri ke dalam ben-tuk antologi. Hanya beberapa karyanya saja telah diambil orang lain dan dimuat dalam antologi mereka. Beberapa di antaranya guritan berjudul “Nalika Angin Sumilir”, “Fragmen pakeliran”, dan “Geni” dimuat dalam buku antologi Kabar Saka Bendulmrisi: Kum- pulan Guritan yang diterbitkan oleh Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS) pada tahun 2001. Sementara itu, guritan “Nalika Mangsa Ketiga” dimuat dalam antologi Luka Waktu: Antologi Puisi Penyair Jawa Timur tahun 1998. selain cerpennya “Rokok” dimuat dalam antologi Liong: Tembang Prapatan (Taman Budaya Yogyakarta, 1999), cerpennya “Dhalang” juga dimuat dalam antologi Bandha Pusaka (Radhita Buana, Yogyakarta, 2001).

Bookmark the permalink.

Comments are closed.