TARIAN GLIPANG DARI KABUPATEN PROBOLINGGO

Tari Glipang adalah tarian yang berasal dari kebiasaan masyarakat Kabupaten Probolinggo yang akhirnya menjadi tradisi. Glipang sendiri berasal dari Bahasa Arab, yaitu Gholiban yang artinya kebiasaan. Tari tersebut diwariskan secara turun-menurun sehingga masih dapat bertahan hingga sudah menurun empat generasi.

Dari sejarahnya, Glipang bukan sekadar tarian, melainkan  gambaran tentang keberanian prajurit yang gagah berani dalam mengusir penjajah Belanda. Bahkan ada semboyan khusus terkait dengan keberanian para prajurit ini “katembheng poteh mata angok poteh tolang”. Maksudnya, lebih baik mati daripada menanggung malu di tangan penjajah. Tarian dengan napas Islam itu juga menjadi karakteristik warga Probolinggo yang memiliki religiusitas tinggi.

Dalam tarian Glipang, mempunyai tiga gerakan. Tiap-tiap gerakan tarian tersebut mempunyai makna dan cerita pada saat diciptakan.Pertama, tari olah keprajuritan atau yang biasa disebut dengan Tari Kiprah Glipang. Tari Kiprah Glipang ini menggambarkan ketidakpuasan Sari Truno kepada para penjajah Belanda. Ciri khas tarian ini memperlihatkan nafas besar yang diartikan sebagai ungkapan rasa ketidakpuasan terhadap penjajah pada masa itu. Bahkan semangat perlawanan itu juga tercermin pada riasan yang sangar dan kostum serta aksesorisnya menggambarkan seorang prajurit. Gerakannya merupakan paduan dari gerakan Rudat, kesenian Topeng Gethak Madura, seni hadrah, gerakan samman, dan pencak silat.

Dalam hal tata rias, melambangkan karakter seorang prajurit yang kuat, dan pantang menyerah melawan penjajah dan siap tempur. Busana dengan warna merah dan hitam melambangkan keberanian dan tidak pernah takut yang menjadi simbol orang Madura yang tidak kenal ampun apabila ada orang yang mengganggunya. Aksesoris selain untuk memperelok penampilan, mempunyai makna sendiri seperti odeng sebagai ikat kepala, yang menjadi ciri khas Madura. Dan sebagai identitas seorang prajurit yang berani seperti rompi, sabuk blangdang, lancor, sampur, dan peralatan perang seperti gungseng dan keris.

Tarian ini masih memegang teguh aturan yang ada dan berlaku pada masyarakat dan masih menggunakan alat yang tradisional. Alat musik yang terdiri dari lima jenis alat musik dimaknai sebagai simbol ajaran Agama Islam yang berisi ajakan atau anjuran untuk berbuat baik, dan juga larangan yang tidak boleh dilakukan. Kalau semula berupa gamelan, berubah menjadi berubah menjadi ketipung lanang, ketipung wedok, kecrek, terbang, dan jidor.

sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/kiprah-glipang-tarian-masyarakat-kabutan-probolinggo/

Bookmark the permalink.

Comments are closed.