Perjalanan Mistis di Balik Ritual Ider Bumi

Ritual Ider Bumi merupakan acara sakral yang diadakan oleh masyarakat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi. Ritual ini adalah bentuk ungkapan rasa syukur atas keamanan seluruh warga, yang juga dihubungkan dengan mitos Buyut Cili, yang diyakini sebagai pelindung desa. Istilah “Ider Bumi” sendiri menggabungkan kata “ider” dan “bumi” yang masing-masing memiliki makna tersendiri. Meskipun cerita tentang Buyut Cili hanya diturunkan secara lisan dan tanpa data otentik, masyarakat Kemiren dengan kuat mempercayainya sebagai bagian dari warisan budaya mereka.

Cerita tentang Buyut Cili telah diturunkan secara lisan dari generasi ke generasi dan dianggap sangat suci oleh masyarakat Kemiren. Tempat-tempat yang dianggap sakral, seperti makam Buyut Cili, dijadikan objek persembahan dalam bentuk upacara slametan. Setiap kejadian dihubungkan dengan Buyut Cili, dan peristiwa-peristiwa ini selalu melibatkan sajian persembahan dalam bentuk slametan. Mengingat kebanyakan ritual di Banyuwangi melibatkan seni pertunjukan, masyarakat Kemiren juga menyelenggarakan tradisi lain seperti makan bersama dan doa bersama sebagai bagian dari perayaan.

Gambar: https://id.pinterest.com/pin/1124351863196318736/ 

Ritual atau upacara adat dianggap sebagai ekspresi kolektif masyarakat, yang diekspresikan melalui gerakan, suara, dan tampilan estetis-koreografis. Pelaksanaan ritual melibatkan berbagai unsur, termasuk slametan dan tradisi yang telah diakui oleh seluruh warga. Hal ini juga diimbangi dengan berbagai bentuk seni pertunjukan. Ritual Ider Bumi adalah prosesi yang dilakukan secara arak-arakan. Ritual ini juga dapat dianggap sebagai bentuk festival karena merupakan pesta budaya masyarakat yang terkait dengan situs keagamaan. Festival ini mencerminkan hubungan yang erat antara agama dan budaya yang menunjukkan pluralitas ekspresi seni budaya dan karakteristik lokal masyarakatnya.

Sumber yang menjelaskan tentang asal-usul ritual Ider Bumi ini tidak banyak didapat bahwa peristiwa budaya ini sudah diyakini oleh seluruh warga desa, dan penyebarannya melalui lisan. Sumber tertulis yang didapat menjelaskan bahwa kira-kira sekitar tahun 1800-an, rakyat Desa Kemiren terserang pageblug (bahasa Kemirennya adalah blindeng). Apabila ada orang yang pagi sakit sorenya mati, demikian juga apabila ada yang sakit sore dan paginya mati. Wabah tersebut tidak hanya menyerang manusia, tetapi semua tanaman di sawah juga diserang hama, sehingga masyarakat menjadi sangat ketakutan dengan adanya kejadian tersebut. 

Pada malam hari masyarakat tidur berkelompok-kelompok dan tidak ada yang berani tidur sendiri di rumahnya. Akhirnya ada beberapa sesepuh Desa Kemiren melakukan ziarah ke makam Buyut Cili guna mendapatkan pertolongan dan petunjuk bagaimana caranya memberantas pagebluk tersebut. Selang beberapa hari mereka mendapatkan wangsit lewat mimpi bahwa masyarakat Desa Kemiren diharuskan untuk mengadakan upacara slametan dan arak-arakan yang melintasi jalan desa. 

Upacara Ider Bumi dilaksanakan oleh seluruh warga Desa Kemiren, dari anak-anak sampai orang tua. Masyarakat ada yang terlibat secara langsung dalam prosesi dan ada juga sebagai peserta yang ikut meramaikan pelaksanaan upacara. Keterlibatan anak-anak tidak hanya sebagai penggembira untuk ikut meramaikan jalannya upacara, tetapi secara tidak langsung anak-anak terlibat dalam ritual ini yaitu pada saat penaburan sesaji. Pada waktu itulah muncul interaksi antara yang tua, muda, dan anak-anak.

Keterlibatan warga dimulai dari persiapan upacara, diawali dari penetapan panitia penyelenggara, pemasangan umbul-umbul, spanduk dan hiasan-hiasan lainnya. Keterlibatan masyarakat juga diimplementasikan dalam kegiatan gotong royong membuat tempat upacara dan panggung musik tradisi. 

Ritual Ider Bumi dilakukan setiap setahun sekali, tepatnya pada hari raya Idul Fitri kedua. Dalam hal ini terjadi penggabungan antara Islam dan pra Islam. Hari raya Idul Fitri merupakan hari yang disakralkan oleh umat Islam. Pada saat itulah yang diyakini menjadi hari kemenangan atau hari yang suci karena kembalinya umat manusia ke fitrahnya. Dalam pandangan masyarakat Using yang mayoritas memeluk agama Islam, saat itu merupakan hari yang tepat untuk menyelenggarakan ritual Ider Bumi. 

Sumber: Sulistyani. (2008). “Ritual Ider Bumi di Desa Kemiren, Kecamatan Glagah, Kabupaten Banyuwangi”. Mudra: Jurnal Seni Budaya, 22(1), 28—38. https://jurnal.isi-dps.ac.id/index.php/mudra/article/view/1537/652

 

Bookmark the permalink.

Comments are closed.