Tongkos merupakan sejenis oḍheng khas Madura, khususnya bagi kalangan bangsawan di Madura Barat (Bangkalan). Tongkos memiliki mata rantai sejarah yang terputus, utamanya tentang awal mula kemunculannya yang sementara ini hanya didapatkan dari versi tutur. Versi tutur menyebutkan bahwa karya budaya ini muncul sejak abad XVIII (1700-an), yakni tercetus di masa Pangeran Cakraningrat IV (bertahta: 1718-1745),1 dan tercipta pada masa Panembahan Cakradiningrat V (bertahta: 1745-1770). Menurut sejarah tutur yang peroleh, tongkos ada sejak 1.747. Itu berangkat dari kegelisahan Panembahan Sedo Mukti yang merupakan pemimpin ke-4 Kerajaan Madura Barat. Letaknya di Desa Sambilangan, Kecamatan Kota Bangkalan. Kegelisahan itu berawal saat putra sulung Pangeran Cakraningrat IV bingung mencari ciri khas Bangkalan yang dapat dijadikan simbol. Sehingga, dapat digunakan saat berkunjung ke Keraton Mataram. Dari situlah penguasa Kerajaan Madura Barat mencari inspirasi yang dapat dijadikan simbol dari Bangkalan. Setelah berkelana ke berbagai tempat, Pangeran Sedo Mukti akhirnya menemukan hewan unik di bibir pantai. Yakni, dua mimi yang bertumpang.
Mimi memang dikenal sebagai hewan yang memiliki makna kesetiaan. Sebab, hewan yang dilindungi tersebut hanya memiliki satu pasangan selama hidup. Sehingga, makna kesetiaan dari hewan yang memiliki 10 mata sangat cocok diimplementasikan oleh manusia. Mimi memiliki filosofi, apapun masalah kalau dihadapi bersama (laki-laki dan perempuan) akan terasa ringan. Dulu, tongkos hanya digunakan oleh kaum bangsawan yang telah dewasa. Penutup kepala itu biasa digunakan dengan baju agungan. Bentuk tongkos saat ini ada dua, Pertama menggunakan satu lipatan di bagian depan, dan Ada pula yang menggunakan dua lipatan. Sementara motif batik yang dapat digunakan masih menjadi bahan diskusi.
Sumber: https://kikomunal-indonesia.dgip.go.id/jenis/1/ekspresi-budaya-tradisional/31425/tongkos