Jidhor Sentulan: Mitos Jelmaan Harimau di Acara Khitan

Jidhor Sentulan merupakan upacara yang dilaksanakan di beberapa desa di Kabupaten Jombang untuk merayakan khitanan. Upacara Jidhor Sentulan sangat bernuansa Islam meskipun warna lokalnya juga sangat kental. Dalam pelaksanaan upacara Jidhor Sentulan, anak yang dikhitan duduk di atas tandu kemudian diajak berkeliling desa melalui jalan yang telah ditentukan. 

Dalam bahasa orang Jombang, anak yang telah dikhitan (pengantin khitan) tersebut dikatakan sebagai anak yang telah di-selam atau diislamkan (dijadikan Islam). Musik pengiring dalam upacara ini terdiri atas rebana, gendang, dan jidur. Iring-iringan upacara adat Jidhor Sentulan digelar sebagai ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur atas anak yang telah dikhitan. Upacara Jidhor Sentulan sangat unik dan mempunyai daya tarik tersendiri karena dikemas dengan unsur-unsur lokal. 


Sumber gambar: Kanal Youtube

Para peserta upacara Jidhor Sentulan melakukan beberapa kegiatan yang merupakan rangkaian dari jalannya upacara. Ketika prosesi tiba di depan rumah yang punya hajat (orang tua pengantin khitan), perlengkapan upacara atau sajian yang disebut sandhingan dan cok bakal diserahkan kepada ayah pengantin khitan sebagai kepala keluarga dan juga kepada pengantin khitan. Selanjutnya, Kiai Kumbang Sumendhung (disimbolkan oleh seorang penari bertopeng) menjemput sesepuh (sosok yang dituakan) yang bertugas sebagai pemimpin upacara untuk membaca doa dan mantra sembari membakar kemenyan. Sesepuh ini berperan sebagai dukun yang dipercaya memiliki kemampuan untuk mengusir roh jahat. Apabila tidak diusir, roh jahat tersebut akan mengganggu warga dusun. Kegiatan selanjutnya adalah selamatan. Selamatan yang dimaksudkan adalah kegiatan melantunkan doa syukur kepada Allah Swt. untuk memohon perlindungan-Nya. Puncak dari kegiatan ini adalah pelaksanaan khitan oleh juru khitan.

Perlengkapan upacara mengusung berbagai makna. Misalnya, angka 2 (dua) mengandung makna yang terkait dengan fenomena alam yang berlawanan, seperti terang dan gelap, siang dan malam, tua dan muda, serta laki-laki dan Perempuan. Penunjukan angka 1 (satu) mengusung makna ke-ekaan (tunggal), seperti bumi yang satu dan Sang Pencipta bumi serta isinya yang dipercaya juga hanya satu (tunggal). Penggunaan angka 5 (lima) mengacu kepada kepercayaan tradisional Jawa, yakni kiblat papat lima pancer (empat kiblat dan satu pusat yang ke-5). 

Pada upacara jidhor sentulan juga terdapat tampilan seekor harimau jadi-jadian yang disebut Kiai Kumbang Semendhung. Kiai Kumbang Semendhung merupakan seorang penari topeng yang juga disebut penthul atau arak-arakan dalam upacara selamatan. Dalam arak-arakan ini, yang menjadi pembuka jalan adalah seorang penari bertopeng (penthul). Selanjutnya, upacara tersebut disusul dengan anak yang dikhitan yang diusung (digotong) dengan tandu oleh empat orang. 

Harimau jadi-jadian yang dipercaya sebagai penjelmaan Kiai Kumbang Sumendhung, dipercaya sebagai danyang dusun (roh halus penjaga dusun), berjalan di belakang pengiring. Pengiring khitan ini terdiri atas muda-mudi yang belum menikah. Mereka dianggap masih dalam keadaan suci dan diberi tugas untuk membawa kembang mayang. Kerabat yang dikhitan juga ikut dalam arak-arakan prosesi tersebut. 

Upacara tradisional ini digelar sebagai wujud ungkapan kebahagiaan dan rasa syukur atas anak yang telah dikhitan. Selain itu, juga merupakan permohonan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa agar memberikan pelindung dan keselamatan kepada anak-anak yang masih suci tersebut. 

Sumber: 

Sutarto, Ayu., Akhmad Sofyan., Sugeng Adipitoyo., Rokmat Djoko., Ikhwan Setiawan. (2013). Modul Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Lokal Jawa Timur. Jakarta: Direktorat Jenderal Kebudayaan Republik Indonesia. 

Sumber gambar:

  1. https://www.youtube.com/watch?v=PZNIYyRg-go 
  2. https://www.youtube.com/watch?v=p6ebKkrwxuc 
Bookmark the permalink.

Comments are closed.