Mantra, sebagai bagian dari tradisi lisan yang berkembang di kalangan masyarakat, memiliki peran yang penting dalam mewariskan kebudayaan secara turun-temurun. Di Jawa Timur, khususnya, tradisi mantra mengemuka sebagai bagian tidak terpisahkan dari budaya Osing. Mantra Osing, sebagai doa sakral kesukuan, memuat kepercayaan akan adanya kekuatan spiritual yang bersifat gaib. Salah satu keunikan Mantra Osing adalah keberadaan empat macam magi di dalamnya, yakni putih, kuning, merah, dan hitam. Mantra-mantra ini masih terus bertahan dan dimanfaatkan dalam kehidupan sosial masyarakat hingga saat ini.
Salah satu aspek yang menarik untuk diselidiki adalah mantra bermagi kuning. Mantra ini tidak hanya dimiliki oleh dukun, melainkan juga dapat digunakan oleh masyarakat umum. Fungsi mantra bermagi kuning tidak hanya terbatas pada praktik dukun, tetapi juga dipercaya dapat mempengaruhi pikiran seseorang tanpa menggunakan cara-cara yang jahat, terutama dalam konteks mencari jodoh atau yang lebih populer dikenal sebagai ilmu pengasihan. Popularitas mantra bermagi kuning di kalangan masyarakat membuatnya menjadi bagian integral dari identitas budaya lokal.
Sumber gambar: Kanal Youtube Pusaka Antik (https://www.youtube.com/watch?v=LmVdyuIZNa8)
Di Banyuwangi, dunia spiritual sangatlah populer dan meresap dalam kehidupan sehari-hari. Selain mantra, praktik spiritual lainnya seperti pengobatan tradisional, pencarian kekuasaan, dan meramal juga sangat umum di sana. Mantra bermagi kuning, khususnya mantra Semar Mesem, masih dipercaya oleh banyak orang hingga saat ini. Pengikutnya memercayai kekuatan mantra tersebut dalam berbagai aspek kehidupan, bahkan menganggapnya sebagai bekal penting dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Dalam konteks perilaku individual, tradisi, dan budaya sosial, mantra Semar Mesem memiliki peran yang sangat penting. Fungsinya tidak hanya terbatas pada memenuhi kebutuhan individu, tetapi juga melibatkan latar belakang budaya dan tradisi lokal. Mantra Semar Mesem, sebagai bagian dari budaya Osing, menjadi sarana bagi individu untuk menjalin hubungan baik dengan mempengaruhi kesadaran orang lain. Fungsi sosial mantra ini juga sangatlah signifikan, karena tidak hanya berdampak pada individu saja, tetapi juga pada masyarakat secara luas.
Dalam praktiknya, mantra Semar Mesem termasuk dalam kategori santet pengasihan atau ilmu pengasihan. Tujuannya adalah untuk memikat lawan jenis atau mendapatkan kekasih atau pendamping hidup. Namun, perlu dicatat bahwa penggunaan mantra ini tidaklah bermaksud untuk melakukan kejahatan, melainkan untuk mencapai tujuan dengan cara yang baik dan tulus. Kekuatan magis mantra Semar Mesem bekerja secara halus, sehingga unsur negatifnya tidak terlalu terlihat. Bahkan, objek yang disantet mungkin tidak menyadari bahwa dirinya sedang terpengaruh oleh mantra tersebut.
Kesimpulannya, mantra bermagi kuning, khususnya mantra Semar Mesem, memegang peran yang penting dalam kehidupan masyarakat Banyuwangi. Sebagai bagian dari warisan budaya dan tradisi lokal, mantra ini tidak hanya memengaruhi individu, tetapi juga membentuk identitas dan pola pikir kolektif masyarakat. Oleh karena itu, penting untuk terus memahami dan menghargai nilai-nilai serta fungsi dari tradisi lisan seperti mantra dalam konteks budaya lokal yang kaya dan beragam.
Sumber: Wulandari, Intan., Tedi Erviantono., & Bandiyah. (2017). “Imbolisme Mantra Semar Mesem terhadap Kekuasaan di Banyuwangi”. Jurnal Nawala Politika, 1(1), 1—9.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/politika/article/view/33299.