Jejak Spiritual Upacara Hodo di Dukuh Pariopo

Di Dukuh Pariopo, Desa Bantal, Kecamatan Asembagus, Kabupaten Situbondo, tersimpan sebuah tradisi leluhur yang sarat makna. Tradisi tersebut adalah Ritual Hodo, yang dilakukan setiap tahun sekitar bulan September hingga Oktober. Upacara Hodo merupakan sebuah ritual kesuburan yang diyakini mampu mendatangkan hujan dan memberi berkah bagi tanah mereka.

Bagi masyarakat Dukuh Pariopo yang mayoritas berprofesi sebagai petani, kekeringan adalah momok yang tidak terelakkan. Hujan bagaikan napas kehidupan bagi tanaman dan kelangsungan hidup mereka. Upacara Hodo menjadi sebuah manifestasi rasa syukur dan permohonan kepada Sang Pencipta agar tanah mereka kembali subur dan panen melimpah.

Lebih dari sekadar ritual meminta hujan, Upacara Hodo menyimpan nilai-nilai luhur yang diwariskan turun-temurun. Nilai spiritualnya terpancar dari keyakinan masyarakat terhadap kekuatan ritual ini sebagai sarana memohon kesuburan kepada Tuhan. Diiringi alunan musik tradisional, lantunan doa dan tarian suci, mereka memanjatkan harapan dan kerendahan hati di hadapan Sang Pencipta.

 

Sumber gambar: Kanal Youtube Titik Terang (https://www.youtube.com/watch?v=mBmaIHQjaok

Keindahan tradisi ini tidak hanya terletak pada makna spiritualnya, tetapi juga pada kekayaan budayanya. Upacara Hodo merupakan perpaduan berbagai seni tradisional, mulai dari seni musik, tari, resitasi, hingga seni rupa. Perpaduan ini mencerminkan kekayaan budaya masyarakat Dukuh Pariopo yang patut dilestarikan.

Nilai historis pun melekat erat dalam Upacara Hodo. Ritual ini telah dijalankan secara turun-temurun selama berabad-abad, menjadi bukti nyata ketahanan tradisi di tengah gempuran modernisasi. Kegigihan masyarakat Dukuh Pariopo dalam menjaga kelestarian budayanya patut diacungi jempol.

Rangkaian Upacara Hodo diawali dengan prosesi ‘pesucen’, yaitu tahap penyucian diri untuk mensucikan hati dan jiwa para peserta ritual. Kemudian, rangkaian upacara dilanjutkan dengan ‘bersemedi’, momen khusyuk untuk memohon petunjuk dan kekuatan dari Tuhan. Tahap selanjutnya adalah ‘berkurban’, sebagai wujud rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan. Puncak ritual Hodo diwarnai dengan lantunan doa, tarian, dan musik tradisional yang diiringi dengan penuh penghayatan.

Upacara Hodo bukan sekadar ritual tolak hujan, tetapi juga sebuah cerminan budaya, rasa syukur, dan permohonan masyarakat Dukuh Pariopo kepada Sang Pencipta. Tradisi ini menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kelestarian budaya dan warisan leluhur di tengah arus modernisasi. Keindahan dan makna Upacara Hodo menjadi daya tarik tersendiri, mengundang wisatawan untuk datang dan merasakan atmosfer sakral serta keunikan tradisi masyarakat Dukuh Pariopo.

Upacara Hodo adalah warisan budaya yang tidak ternilai harganya. Melestarikannya bukan hanya tanggung jawab masyarakat Dukuh Pariopo, tetapi juga seluruh masyarakat Indonesia. Dengan mengenali dan menghargai tradisi ini, kita turut menjaga kekayaan budaya bangsa dan melestarikan kearifan lokal yang telah diwariskan turun-temurun.

Sumber: Hidayatullah, Panakajaya. (2015). “Upacara Seni Hodo sebagai Ritual Kesuburan Masyarakat Dukuh Pariopo Situbondo”. International Conference on Nusantara (ICNP), 459—471. https://osf.io/preprints/inarxiv/e9nk6 

Bookmark the permalink.

Comments are closed.