Mitos Surup dalam Kearifan Lokal, antara Kepercayaan dan Harmoni Sosial

Mitos merupakan salah satu bentuk sastra lisan yang memiliki karakteristik dinamis dalam setiap penyampaian dan perwujudannya. Sebagai narasi prosa yang dipercaya sebagai kisah nyata di masa lampau, mitos mengisahkan berbagai aspek kehidupan, seperti aktivitas para dewa, urusan cinta, hubungan keluarga, persahabatan, permusuhan, kemenangan, dan kekalahan. Lebih dari sekadar cerita turun-temurun, mitos menjadi inspirasi bagi lahirnya karya sastra serta berfungsi sebagai pedoman bagi masyarakat dalam menavigasi kehidupan sosial mereka.

Keberadaan mitos tidak hanya sekadar menyajikan reportase mengenai peristiwa masa lalu atau kisah dewa-dewa dan dunia ajaib, tetapi juga memberikan tuntunan moral dan nilai-nilai kehidupan. Mitos berfungsi sebagai peta kebijaksanaan, menawarkan petunjuk bagi manusia dalam berperilaku dan beradaptasi dengan lingkungannya. Dalam perkembangannya, mitos mengalami proses kreatif yang memungkinkan adanya interpretasi baru, menjadikannya relevan dengan konteks zaman yang terus berubah. Fenomena mitos mencerminkan kepercayaan masyarakat yang terus berkembang, menghadirkan pemahaman dan makna yang dapat beradaptasi dengan realitas sosial yang dinamis.

Ilustrasi waktu surup
Sumber gambar: Pinterest (https://id.pinterest.com/pin/496873771392758346/

 

Salah satu bentuk kearifan lokal yang masih bertahan di masyarakat adalah mitos “surup” yang berkembang di Jombang, Jawa Timur. Mitos ini tidak hanya diwariskan sebagai kepercayaan mistis semata, tetapi juga memiliki nilai sosial dan budaya yang mendalam. Kepercayaan mengenai “surup” di Jombang berkembang melalui tradisi lisan dan diwariskan dari generasi ke generasi. Dalam masyarakat, mitos ini memiliki makna yang beragam, bergantung pada interpretasi dan kepercayaan yang dianut oleh masing-masing komunitas. Kepercayaan ini tidak sekadar menjadi pengingat akan batasan dalam beraktivitas, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kehati-hatian, penghormatan kepada leluhur, serta upaya menjaga keseimbangan dalam kehidupan sosial.

 

Mitos Surup: Kearifan Lokal yang Masih Terjaga

Mitos “surup” di Jombang memiliki berbagai pemaknaan dan kontribusi dalam kehidupan sosial masyarakat. Kepercayaan ini tersebar di beberapa daerah seperti Desa Mayangan dan Desa Jarak Kulon di Kecamatan Jogoroto, Kabupaten Jombang. Meski memiliki variasi pemahaman, mitos ini berakar pada keyakinan akan keseimbangan hidup dan keharmonisan dengan alam, serta peringatan akan potensi bahaya yang mengancam jika aturan tidak dipatuhi. Berikut adalah beberapa pemaknaan yang berkembang di masyarakat:

1. Anjuran Menutup Rumah saat Maghrib

Waktu maghrib dipercaya sebagai saat ketika makhluk ghaib mulai berbaur dengan manusia. Oleh karena itu, masyarakat dianjurkan untuk menutup rumah, pagar, pintu, dan jendela agar terhindar dari gangguan makhluk halus. Selain itu, ini juga menjadi waktu untuk beristirahat, membersihkan diri, meluangkan waktu bersama keluarga, serta mendekatkan diri kepada Tuhan.

2. Larangan Menutup Total Bagian Depan Rumah Orang Tua

Dalam tradisi Jawa, membangun bangunan yang menutupi bagian depan rumah orang tua dianggap tidak baik. Kepercayaan ini menyatakan bahwa rumah orang tua yang belum “surup” (meninggal) tidak boleh tertutup oleh bangunan baru yang dibangun anak-anaknya, seperti toko atau garasi. Hal ini dipercaya dapat menghambat rezeki dan menyebabkan kesulitan bagi keluarga. Jika ingin tetap membangun, ukuran bangunan harus disesuaikan agar tidak menutupi “wajah” rumah orang tua secara total.

3. Larangan Keluar Rumah saat Maghrib

Anak-anak dan remaja putri dianjurkan untuk tetap berada di rumah saat maghrib karena dianggap sebagai waktu yang berbahaya. Kepercayaan ini menyebutkan bahwa makhluk gaib seperti Nyi Thowok atau Nenen dapat menculik anak-anak dan remaja dengan cara menyamar menjadi orang yang mereka kenal. Oleh sebab itu, masyarakat percaya bahwa sebaiknya menunggu hingga waktu maghrib berlalu sebelum keluar rumah untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

Mitos “surup” yang berkembang di Jombang menunjukkan bagaimana nilai-nilai budaya masih berperan dalam kehidupan masyarakat. Meski zaman semakin modern, kepercayaan ini tetap dijaga sebagai bentuk penghormatan terhadap leluhur dan sebagai pedoman dalam kehidupan sosial. Beberapa masyarakat mungkin tidak lagi menganggapnya sebagai aturan mutlak, tetapi lebih sebagai simbol ajakan untuk menjalani hidup dengan lebih tertib dan penuh kehati-hatian.

Pada akhirnya, mitos seperti “surup” tidak hanya berbicara tentang hal-hal mistis, tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menjaga harmoni sosial, menghormati orang tua, serta menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan lingkungan sekitar. Inilah yang menjadikan kearifan lokal tetap relevan di tengah arus globalisasi yang terus berkembang.

Sumber: Krismonika Khoirunnisa. (2021). “Revitalisasi dan Kontribusi Mitologi: Pendidikan dan Pembelajaran Sastra Multikultural Surup di Jombang”. Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa dan Sastra Tahun 2021: Kantor Bahasa Provinsi Kepulauan Riau. https://repository.usd.ac.id/42826/1/8137_Prosiding+Bulan+Bahasa+dan+Sastra+2022.pdf

Bookmark the permalink.

Comments are closed.