Masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang memiliki kepercayaan kuat terhadap hal gaib dan mistis. Sebelum datangnya agama-agama besar seperti Hindu, Buddha, dan Islam, orang Jawa sudah memiliki sistem kepercayaan sendiri yang disebut Kapitayan. Ketika agama-agama dari luar mulai dianut oleh masyarakat Jawa, terjadi proses akulturasi yang menarik. Orang Jawa tetap mempertahankan tradisi leluhur mereka. Namun dengan mengintegrasikan unsur-unsur kepercayaan baru yang dibawa oleh agama-agama tersebut, terutama Islam. Integrasi ini menjadikan kepercayaan dan tradisi Jawa semakin kaya serta unik dalam praktiknya.
Salah satu bentuk nyata dari perpaduan kepercayaan lama dan baru ini adalah berbagai ritual adat yang masih dijalankan hingga sekarang. Salah satunya adalah tradisi ruwatan pernikahan di masyarakat Desa Jombok, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Nama “Jombok” sendiri berasal dari kata yang berarti tempat yang becek atau daerah yang memiliki banyak kubangan air dan rawa. Secara historis, Jombang merupakan salah satu daerah yang pernah berada di bawah kekuasaan Kerajaan Majapahit. Jejak pengaruh Majapahit di daerah ini masih dapat ditemukan, salah satunya melalui keberadaan Candi Arimbi di Dusun Pulosari, Desa Pulosari, Kecamatan Bareng. Di area Candi Arimbi, terdapat arca Bathara Kala yang menjadi simbol kuat dari warisan mitologi Jawa yang masih dipercaya oleh masyarakat setempat.
Ilustrasi Bathara Kala
Sumber gambar: https://www.youtube.com/shorts/-zHpa-vbr7E
Bathara Kala, dalam mitologi Jawa, adalah sosok raksasa yang melambangkan waktu dan kekuatan destruktif. Kepercayaan terhadap Bathara Kala masih terlihat dalam berbagai ritual masyarakat Jombang, seperti upacara yang dilakukan saat terjadi gerhana. Di Desa Sumbermulyo, Kecamatan Jogoroto, Jombang, misalnya, masyarakat mengadakan ritual liwetan untuk ibu hamil setiap kali terjadi gerhana. Ritual ini berakar dari mitos yang menyebutkan bahwa Bathara Kala menelan matahari atau bulan saat gerhana terjadi. Sebelum pengaruh Islam masuk, masyarakat Jawa pada masa pra-Islam melakukan tradisi menabuh lesung sebagai simbolisasi untuk “membangunkan” Bathara Kala agar memuntahkan kembali matahari yang ditelannya. Setelah Islam masuk, praktik ini tetap bertahan, tetapi dikombinasikan dengan doa-doa Islami sebagai bentuk harmonisasi antara kepercayaan lama dan keyakinan baru.
Tradisi-tradisi ini menunjukkan bagaimana masyarakat Jawa memiliki cara unik dalam menjaga keseimbangan antara warisan leluhur dan ajaran agama yang lebih modern. Kepercayaan terhadap mitos dan ritual tidak hanya berfungsi sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya masa lalu, tetapi juga sebagai media untuk mempererat hubungan sosial dalam komunitas. Hal ini membuktikan bahwa kepercayaan tradisional tetap dapat berkembang seiring waktu tanpa kehilangan esensi spiritualnya, melainkan beradaptasi dengan perubahan zaman dan keyakinan yang dianut masyarakatnya.
Sumber: Ahmad Musonnif. (2024). Integrasi Mitos dan Religi (Mitologi Jawa dan Religi Islam dalam Ritual Ruwatan Pernikahan oleh Masyarakat Desa Jombok Ngoro Jombang Jawa Timur). Kontemplasi: Jurnal Ilmu-Ilmu Ushuluddin, 12 (01).
https://ejournal.uinsatu.ac.id/index.php/kon/article/view/8245/2616.