Reog Ponorogo adalah salah satu seni pertunjukan tradisional yang sarat dengan makna historis dan nilai-nilai budaya. Reog Ponorogo dipentaskan dalam acara-acara khusus seperti pernikahan, khitanan, festival seni, hingga acara-acara kenegaraan. Tradisi ini identik dengan topeng besar berkepala harimau yang dihiasi bulu merak. Dalam makalah berjudul Reog dan Ludruk: Dua Pusaka Budaya dari Jawa Timur yang Masih Bertahan oleh Ayu Sutarto dikutip dati tempo.co, dikatakan bahwa cerita asal-usul dan perkembangan reog Ponorogo memiliki lebih dari satu versi. Dari kajian Nicolas Gerardus Dimas Pramudita (2014), mahasiswa STF Teologi Widya Sasana Malang, paling tidak ditemukan tiga versi legenda/mitos kelahiran kesenian Reog Ponorogo. Sulit dipastikan versi mana yang paling mendekati historisitasnya sebab legenda Reog Ponorogo merupakan buah tutur atau budaya lisan yang tidak dibukukan secara rapi dan teratur.
Ketiga versi itu adalah versi Bantarangin, versi Ki Ageng Kutu Suryangalam, dan versi Batara Katong.
Versi pertama menurut Pramudita menggunakan periode waktu Kerajaan Kediri atau dikaitkan dengan era Kerajaan Kahuripan di Kediri. Versi ini tidak melibatkan tokoh-tokoh sejarah dan bertolak dari legenda yang diceritakan oleh pewaris aktifnya. Kala itu, daerah Ponorogo bernama Wengker dan masuk dalam bagian dari Kerajaan Kahuripan. Raja Wengker, Kelana Sewandana, dan patihnya Pujangga Anom, dikisahkan pergi ke Kerajaan Kediri dengan maksud untuk melamar putri Kahuripan yang sangat cantik bernama Dewi Sanggalangit. Dalam perjalanan, Klana Sewandana dan Pujangga Anom dihadang oleh raja rimba Lodaya bernama Singa Barong dan seekor merak cantik yang perkasa bernama Manyura. Klana Sewandana akhirnya berhasil mengalahkan keduanya dengan bantuan cambuk Semandiman dan bahkan membuat mereka menjadi mahluk berkepala dua, yakni kepala harimau dan burung merak. Dewi Sanggalangit berhasil dipinang oleh Klana Sewandana. Akan tetapi Klana Sewandana tidak jadi menikah karena Dewi Sanggalangit bunuh diri akibat mengetahui bahwa dirinya mandul. Untuk mengatasi kesedihan Klana Sewandana, perdana menterinya segera membuatkan pertunjukan reog yang menggambarkan perjalanan pelamaran dan kemenangan atas Singa Barong. Sosok Singa Barong yang berkepala harimau pun diabadikan dalam bentuk topeng besar yang menjadi ikon utama pementasan reog.
Versi kedua menyebutkan bahwa Reog Ponorogo diciptakan seorang ulama bernama Ki Ageng Kutu Surya Ngalam, pemimpin Kerajaan Wengker saat mengkritik Raja Majapahit, Brawijaya V, yang dikendalikan oleh permaisurinya Putri Campa. Ki Ageng Kutu lantas menciptakan sebuah seni Barongan, yang kemudian disebut reog, sebagai artikulasi kritiknya terhadap raja yang disimbolkan dengan kepala harimau sementara merak yang hinggap di atas kepala harimau melambangkan permaisuri yang menundukkan raja dengan rayuannya. Ki Ageng Kutu sendiri disimbolkan sebagai Pujangga Anom atau sering disebut sebagai Bujang Ganong, yang bijaksana walaupun berwajah buruk.
Versi Batara Katong lebih dikenal bukan sebagai penciptaan melainkan sebagai penyempurnaan. Versi ini menceritakan bahwa Batoro Katong, Putera Raja Majapahit diutus untuk mengamankan daerah Kerajaan Wengker. Sebelumnya, Batara Katong telah menjadi Islam terlebih dahulu. Dalam versi ini, Singa Barong merupakan representasi dari Suryangalam dan Klana Sewandana merupakan representasi dari Batoro Katong sendiri. Oleh Ki Ageng Mirah, pertunjukan Reog Ponorogo disisipi cerita Panji. Selanjutnya, penyempurnaan yang dilakukan oleh Batara Katong ditunjukkan dengan penambahan riasan pada topeng Singa Barong. Riasan tersebut adalah dhadhak merak dengan elemen merak yang mematuk kalung mote. Kalung mote ini merupakan lambang dari tasbih
Dari ketiga versi tersebut sulit ditentukan versi mana yang paling tua atau mendekati kebenaran historisnya. Meski demikian, kesenian Reog Ponorogo secara jelas sudah berusia tua. Hal ini ditunjukkan dari dua prasasti, yaitu Prasasti Kerajaan Kanjuruhan (760) dan Prasasti Kerajaan Kediri dan Jenggala (1045) (Beawiharta, 1990:165). Banyaknya versi terkait asa-usul Reog Ponorogo turut memengaruhi pertunjukan reog khususnya dalam tata urutan kemunculan tokoh maupun peran tokoh tersebut. (mon, han)
Sumber: Sujud, S., Kajian Historis Legenda Reog Ponorogo (2007); Nicolas Gerardus Dimas Pramudita Mengenal Reog dan Warok Dalam Kebudayaan Masyarakat Ponorogo (2014;) Idha,
Andini, dkk., Sejarah dan Filosofi Reog Ponorogo Versi Bantarangin (2022); tempo.co, diolah.
Foto : https://id.wikipedia.org/wiki/Reog