Menghidupkan Kembali Pitutur Jawa: Siaran Edukatif Sinau Basa Jawa di RRI Pro 4 Surabaya

Kamis, 1 Mei 2025, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur kembali menjalin kerja sama dengan RRI Pro 4 Surabaya melalui program unggulannya, “Tanjung Perak: Sinau Basa Jawa”. Siaran ini secara khusus ditujukan untuk membangkitkan minat generasi muda terhadap bahasa dan budaya Jawa yang semakin tergerus arus globalisasi.

Hadir sebagai narasumber dalam edisi kali ini adalah Adista Nur Primantari, S.S., M.A. (Widyabasa Ahli Pertama) dari Kelompok Kepakaran dan Layanan Profesional (KKLP) Perkamusan dan Peristilahan. Dengan pembawaan yang komunikatif dan mendalam, Adista mengangkat tema yang sangat relevan: “Pitutur Jawa: Ungkapan lan Gugon Tuhon Basa Jawa“.

Dalam siarannya, Adista menjelaskan bahwa pitutur Jawa merupakan bentuk kearifan lokal yang diwariskan secara turun-temurun oleh masyarakat Jawa melalui bahasa. Pitutur ini bukan sekadar rangkaian kata indah, tetapi memiliki kedalaman makna yang mencerminkan filosofi hidup, nilai moral, dan etika sosial masyarakat Jawa.

Adista menjabarkan berbagai jenis ungkapan dalam bahasa Jawa, seperti _paribasan, sanepa, saloka, pepindhan_, dan _bebasan_. Masing-masing jenis memiliki gaya dan fungsi tersendiri. Misalnya, _paribasan_ adalah ungkapan tetap yang menggambarkan keadaan atau peristiwa tertentu, sedangkan _sanepa_ seringkali bersifat kiasan yang kaya akan simbol dan imajinasi budaya. Ungkapan-ungkapan ini tidak hanya mencerminkan cara berpikir masyarakat Jawa, tetapi juga menyiratkan kedalaman rasa dan kehalusan budi.

Selain itu, Adista juga menyoroti gugon tuhon, yaitu bentuk pitutur yang umumnya berupa nasihat atau larangan yang sering dilontarkan oleh orang tua kepada anak-anaknya. Walaupun terkesan mistis atau irasional, gugon tuhon sebenarnya menyimpan maksud tersembunyi sebagai pengingat atau bentuk proteksi sosial, misalnya larangan duduk di depan pintu karena dapat menghambat rezeki, yang dalam pemahaman budaya sebenarnya adalah ajaran untuk tidak menghalangi jalan orang lain.

Menurut Adista, pitutur dalam bahasa Jawa memiliki fungsi utama sebagai sarana pembentukan karakter dan nilai-nilai luhur dalam diri generasi muda. Ia menekankan pentingnya pengenalan dan pembelajaran bahasa Jawa sejak dini agar nilai-nilai tersebut tidak punah ditelan zaman. Dengan mengenal pitutur, generasi muda dapat lebih memahami jati dirinya sebagai bagian dari masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi etika, tata krama, dan kearifan lokal.

Di akhir siaran, Adista mengajak para pendengar, khususnya anak-anak muda, untuk tidak malu menggunakan bahasa Jawa dalam keseharian. Ia menegaskan bahwa mempelajari bahasa daerah bukanlah langkah mundur, melainkan sebuah bentuk penghormatan terhadap leluhur sekaligus penguatan identitas budaya.

Program “Sinau Basa Jawa” ini pun mendapat sambutan hangat dari para pendengar RRI Pro 4 Surabaya. Antusiasme ini menunjukkan bahwa masih banyak pihak yang peduli dan tertarik untuk terus melestarikan bahasa serta budaya Jawa. Kegiatan ini menjadi bukti nyata bahwa kerja sama antara lembaga pemerintah dan media dapat menjadi strategi efektif dalam menyebarluaskan nilai-nilai budaya lokal kepada masyarakat luas. (ANP)

Bookmark the permalink.

Comments are closed.