Pelestarian dan Pemajuan Kebudayaan, BBPJT Menghadiri Kegiatan Diskusi Terpumpun Literasi Kesusastraan Jawa

Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBPJT), memenuhi undangan dari Kepala Biro Administrasi Pimpinan. Undangan tersebut bertajuk Diskusi Kelompok Terpumpun (DKT) Literasi Kesusastraan Jawa: Edukasi Karakter. Kegiatan DKT Literasi Kesussastraan Jawa dilaksanakan pada Selasa, 23 April 2024, bertempat di Ruang Rapat Dr. Moerdjani Biro Administrasi Pimpinan, Kantor Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Timur Lt. 2, Jalan  Pahlawan No. 110, Kota Surabaya. Kegiatan ini bertujuan untuk memajukan peradaban, budaya literasi, dan perkembangan sastra di Jawa Timur. 

Kegiatan tersebut dibuka langsung oleh Sekretaris Dinas (Sekdis) Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Jawa Timur, Dwiko Yudhi Widodo, S.H., M.A.P. Kegiatan DKT juga dihadiri langsung oleh tiga Pustakawan Ahli Utama Provinsi Jawa Timur, Drs.Sinarta, M.Si., Soekaryo, S.H., M.M., dan Drs. Abimanyu Poncoatmojo, M.M., Prof. Dr. Joko Saryono, Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Dr. Umi Kulsum, M.Hum., Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Blitar, Edy Wasono, S.Sos., M.M., Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Blitar, Dr. Jumali, S.Pd, M.AP., dan Kepala Desa Kemirigede Blitar, Hari Purnawan.

Dalam kegiatan DKT tersebut, Bapak Dwiko menyampaikan bahwa aset berharga bagi Indonesia cukup beragam. Melalui beragam tradisi, seni, dan sastra yang kaya, kebudayaan  telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap identitas budaya bangsa dan masyarakat. Oleh sebab itu, DKT ini diadakan dengan tujuan utama untuk mendapatkan masukan yang berharga dari berbagai pihak terkait literasi kasusastran Jawa. 

Penyampaian kedua disampaikan oleh Bapak Sinarta. Dalam diskusinya, beliau menyampaikan bahwa DKT memerlukan berbagai pihak terkait adanya tindak lanjut yang akan dilakukan dalam memajukan budaya literasi khususnya literasi kesusastraan Jawa, diharapkan juga dalam konteks ini, pendekatan edukasi karakter melalui literasi kasusastran Jawa menjadi fokus utama pemberdayaan dari berbagai pemangku kepentingan.

Agenda utama FGD ini adalah untuk membahas berbagai strategi dan langkah konkret dalam memperkuat literasi kesusastran Jawa sebagai bagian dari upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan Jawa Timur. Diskusi akan mencakup berbagai topik, termasuk pentingnya literasi kasusastran Jawa dalam memperkaya wawasan budaya masyarakat, peran teknologi dalam mendukung penyebaran dan pengembangan literasi kasusastran Jawa, serta upaya kolaboratif antara berbagai pihak terkait untuk meningkatkan kesadaran dan minat masyarakat terhadap warisan sastra Jawa.

Hasil dari DKT ini akan menjadi landasan bagi penyusunan kebijakan dan program-program konkret dalam mendukung pelestarian dan pemajuan kebudayaan Jawa Timur, khususnya dalam hal literasi kesusastran Jawa. Selain itu, DKT ini juga diharapkan dapat menjadi awal yang baik untuk membangun momentum yang lebih besar dalam upaya pelestarian dan pemajuan kebudayaan Jawa Timur di masa yang akan datang. (Mon)

Tari Muang Sangkal

Tari muang sangkal merupakan kesenian yang menjadi salah satu ikon Kabupaten Sumenep. Secara harfiah kata muang membuang, sangkal balak atau petaka, artinya tarian tersebut untuk membuang balak atau petaka yang ada dalam diri seseorang. Kemunculan tari muang sangkal tidak terpisahkan dari Keraton Sumenep. Keberadaan Keraton Sumenep telah melahirkan tradisi budaya baik terkait dengan upacara adat maupun kesenian.

Terinspirasi gerakan tari tayub yang mulai dibakukan sekitar tahun 1891, dengan gerakan yang halus dan lembut, dan kebetulan Kabupaten Sumenep belum mempunyai bentuk tarian yang dijadikan simbol atau ciri khas dari masyarakat Sumenep. Maka salah satu maestro kesenian di Sumenep yaitu Taufiqqurachan pada tahun 1962 menciptakan tari muang sangkal. Gerakan tari muang sangkal dasarnya gerak-gerak Keraton Sumenep yang bertitik tolak tari gaya Yogyakarta yang dipadukan dengan gerak-gerak ciptaan yang tidak menyimpang dari nafas dan ciri-ciri Keraton Sumenep.

Ciri khas tari muang sangkal penarinya harus ganjil, dalam keadaan suci atau perawan tidak menstruasi, busana yang dipakai dodot legha, pada saat menari memegang cemong (mangkok kuningan) yang berisi beras kuning dan aneka kembang (bunga). Menurut fungsinya ada tiga, yaitu (1) sebagi cerminan dan legimitasi tatanan sosial: tari muang sangkal hanya kaum perempuan saja yang boleh menarikan dengan jumlah ganjil terdiri dari gadis-gadis remaja yang berparas cantik dan gemulai, dan akan berhenti menjadi penari ketika sudah menikah atau tidak perawan lagi; (2) sebagai wahana ritus yang bersifat religius: tari mung sangkal suatu tarian yang bersifat sakral dan agamis yang mengungkapkan suatu doa agar diberikan keselamatan; (3) sebagai hiburan sosial: tari muang sangkal semula sebagai seni tari di dalam lingkungan keraton untuk membuang balak dan mengandung doa, namun perkembangannya berubah atau beralih keluar tembok keraton yang sifatnya menjadi tontonan atau hiburan seperti hajatan pernikahan dan acara-acara lain.

Tari muang sangkal tidak hanya menarik kepiawaian dan keluwesan, tetapi dibalik itu mempunyai makna simbolis yaitu pada saat penari menabur beras kuning pada saat menjamu kedatangan tamu ‘agung’ di Pendopo Keraton Sumenep, atau saat acara resepsi perkawinan. Penaburan beras kuning ini sebagai simbol ungkapan doa memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tamu yang datang diberi keselamatan dan terhindar dari bahaya, dan acara yang diselenggarakan berjalan lancar dan sukses. Pada acara resepsi pernikahan agar prosesi pernikahan berjalan lancar dan mempelai berdua dalam menjalani hidupu rumah tangga berjalan langgeng. Selain itu, dari segi gerakan yang halus dan luwes dan tampak anggun menunjukkan sikap adhep asor dan dapat membentuk karakter penarinya halus dan lembut serta luwes.

 

Sumber: https://kikomunal-indonesia.dgip.go.id/home/explore/cultural/4739 

Denny Mizhar (Misharudin)

Denny Mizhar (Misharudin) Lahir di Lamongan dan saat ini tinggal di Kota Malang. Beberapa Buku Yang Telah Diterbitkan: Berharap Di Senja Hari (Antologi Puisi Tunggal, 2007), Indonesia Dalam Secangkir Kopi Pahit (Antologi Puisi Bersama, 2009), Ponari For President (Antologi Puisi Bersama, 2009), Merajut Kebersamaan Dalam Keragaman (Kumpulan Tulisan: Penulis Dan Editor, 2010), Antologi Puisi Bulan Purnama Majapahit Trowulan (Kumpulan Puisi Bersama, 2010), Tabir Hujan (Antologi Puisi Bersama, Dewan Kesenian Lamongan, 2010), Barisan Hujan (Kumpulan Cerpen, Malang Post, 2010), Sulfatara: Pelangi Sastra Malang Dalam Puisi (Antologi Puisi Bersama, 2012), Fragmen Perjamuan Kumpulan Puisi Asas Upi Bandung (Kumpulan Puisi Bersama, 2014), Puisi Menetes Di Kaki Monas – Temu Sastrawan Mpu (Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Provinsi Jakarta, 2014), Puisi Menolak Korupsi 2 Kumpulan Puisi (Forum Penyair Indonesia, 2014), Memo Untuk Presiden Kumpulan Puisi Bersama (Forum Penyair Indonesia, 2014), Kumpulan Puisi Mata Air (Pelangi Sastra, Aditya Media, Nawakalam Dan Gedung Kesenian Mbatuaji, 2015), Sastra Meretas Perbedaan Kumpulan Puisi – Temu Sastrawan Mpu (Dinas Kebudyaan Dan Pariwisata Ntt, 2015), Membaca Sastra Jawa Timur: Revitalisasi Representasi Dan Regenerasi – Kumpulan Esai Sastra (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2015), Kartograf Kumpulan Puisi (Dewan Kesenian Jawa Timur, 2017), Gregah : Kumpulan Puisi Dan Geguritan Joglitfest 2019 (Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta), Sajak Dwiawangga Dunia Tak Lagi Dingin – Kumpulan Puisi (Dewan Kesenian Kota Malang, 2020), Antologi Sastra BWCF 2023: Dari Jalan Semarang Sampai Kayoe Tangan Dan Lain-Lain (BWCF, 2023)

Selain menulis, Denny juga juga berkesenian di teater. Pentas pertamanya pada tahun 2001 adalah ”Monolog Revisi” karya Yohinus “Nyoe”. .Kemudian dilanjutkan dengan ”Pentas Monolog Laki-Laki dalam Lubang” karya Rona Wijaya pada tahun 2002, Berandal Malam di Bangku Terminal (Adaptasi dari Lagu Iwan Fals) pada tahun 2003 dengan sutradara Dedy “Kakek”. Tahun 2007, Denny mencoba menjadi sutradara ”Naskah Orang Asing” karya Rupert Brook pada Rektor Cup Umm dan beberapa pentas isendental bersama Teater Hompimpah. Matahari Di Sebuah Jalan Kecil Karya Arifin C. Noer Sebagai Sutradara Pada Tahun 2013. Suto Mencari Bapa Karya Ws. Rendra Menjadi Aktor Dan Sutradara Pada Tahun 2013. Kapai-Kapai Karya Arifin C. Noer Sebagai Sutradara Produksi Teater Hompimpah 2016 dan terpilih dalam kurasi Parade Teater Jawa Timur 2016 untuk pentas di Gedung Kesenian Cak Durasim Surabaya. Pada Tahun 2004 Bergabung Dengan Teater Sampar Indonesia Malang Dengan Penggarapan Oedipus Rex Karya Shopocles Sebagai Aktor Pada Tahun 2005 Dengan Sutradara Didik “Meong” Harmadi, Dalam Bayangan Tuhan Karya Arifin C Noer Sebagai Aktor Pada Tahun 2006 Dengan Sutradara Didik “Meong” Harmadi, Tanda Silang Karya Eugene O’neill Sebagai Aktor Pada Tahun 2006 Dengan Sutradara Didik “Meong” Harmadi, Umang-Umang Karya Arifin C. Noer 2009 Sebagai Asisten Sutradara Dan Aktor Dengan Sutardara Didik “Meong” Harmadi. Bersama Mozaik Community Malang Dalam Pentas Sastra Pertunjukan Hubbu Sebagai Pemusik Di Fss Tahun 2005. Joko Tarub Singgel Parent Di Fss 2007 Bersama Klinik Teater Stkw Surabaya Sebagai Aktor. Titik Akhir Pentas Adaptasi Novel Karya Harjono Ws Di Festival Seni Surabaya Bersama Komunitas Seni Ranggawarsita Sebagai Aktor Dan Sutradara Tahun 2011. Monolog Mata Merah Adaptasi Dari Karya Edgar Allan Poe Di Toku Buku Poetaka Rakjat Malang Tahun 2008. Monolog Revo-Lusi Di Warung Komika 2015 Dan Monolog Surat Dari Mei Di Acara Ham Warung Komika 2016. Pernah Berkalaborasi Musik Puisi Dengan Splendid Dialog Di Cak Durasim Membawakan Puisi-Puisi Pemenang Sayembara Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur Tahun 2014. Drama Musikal “Arok Dedes” Sebagai Sutradara Bersama Teater Muda Smk Muhammadiyah Dua Kota Malang Menjadi Delegasi Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur Di Lombok Tahun 2013.

Beberapa Tulisan Puisi, Esai Dan Cerpen Pernah Dimuat Di Harian Suara Pembaharuan, Harian Surya, Malangvoice.Com. Malang Post, Koran Pendidikan, Jawa Pos-Radar Malang, , Majalah Panji Balai-Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Majalah Suluk Dewan Kesenian Jawa Timur, Dan Laman www.sastra-indonesia.com, www.pelangisastramalang.org
Sehari-Harinya Mengelola Toko Buku Griya Buku Pelangi, Penerbitan Pelangi Sastra Dan Menjadi Koordinator Komunitas Pelangi Sastra. Bisa dihubungi melaui WhatsApp 085855186629 atau surel: dennymizhar@gmail.Com

Mantra Sabuk Mangir dalam Kepercayaan Mistis Banyuwangi

Setiap daerah memiliki keunikan dan keragaman budaya yang membentuk identitasnya sendiri. Salah satu daerah yang memiliki keragaman budaya dan tradisi adalah Banyuwangi, kota yang terletak di ujung timur Pulau Jawa. Di antara keindahan alamnya yang menakjubkan, Banyuwangi juga dikenal sebagai tempat yang kaya akan kepercayaan dan praktik-praktik mistis. Salah satu aspek yang menonjol dari budaya Banyuwangi adalah kepercayaan masyarakat Osing terhadap kekuatan gaib, supernatural, dan magis.

Kehadiran budaya santet dan sihir di kalangan masyarakat Using sudah bukan lagi hal yang menghebohkan, tetapi lebih merupakan bagian integral dari kehidupan sehari-hari. Mantra-mantra yang dipercayai memiliki kekuatan gaib masih digunakan dan diperdagangkan dalam konteks kehidupan sosial masyarakat Banyuwangi. Masyarakat Using, dengan khususnya, sering dipandang sebagai kelompok yang banyak mengandalkan hal-hal mistis dalam kehidupan mereka.

Sumber gambar: Kanal Youtube Sanggar Seni Lang Lang Buana (https://www.youtube.com/watch?v=Mm86yQ4QSFo)

Meskipun mayoritas masyarakat Banyuwangi memeluk agama Islam, kepercayaan akan hal-hal mistis masih tetap kuat. Bahkan, sebagian besar dari mereka yang mempercayai praktik-praktik ini adalah masyarakat Using. Mereka memandang santet dan sihir sebagai alat untuk melindungi diri dan mencapai tujuan tertentu dalam kehidupan mereka.

Namun demikian, tidak semua masyarakat Banyuwangi mempercayai hal-hal mistis ini. Ada juga yang menganggapnya sebagai tradisi dan kesenian yang harus dijaga. Masyarakat Banyuwangi, dengan beragam keyakinan dan pandangan tetap bekerja keras untuk menyikapi dan menghadapi kekuatan-kekuatan yang ada di sekitar mereka.

Salah satu contoh yang menonjol dari kepercayaan mistis di Banyuwangi adalah praktik mantra sabuk mangir. Mantra Sabuk Mangir ini diyakini memiliki kekuatan magis yang dihubungkan dengan desa Mangir di Rogojampi. Mantra tersebut dipercayai bahwa Sabuk Mangir digunakan oleh orang Mangir untuk melawan musuh-musuhnya, baik melawan secara fisik maupun non-fisik. Namun, terdapat pula sisi gelap dari praktik Sabuk Mangir ini yaitu ketika seseorang terkena mantra Sabuk Mangir akan berubah menjadi gila dan hanya dapat disembuhkan dengan kematian orang yang memberikan mantra tersebut. 

Dalam kesimpulannya, keberadaan praktik-praktik mistis di Banyuwangi menggambarkan kompleksitas budaya dan kepercayaan yang terus bertahan di tengah arus modernisasi. Meskipun dihadapkan dengan perubahan zaman, masyarakat Banyuwangi tetap teguh dalam menjaga dan melestarikan warisan budaya mereka, termasuk kepercayaan dan praktik-praktik mistis yang telah mengakar dalam kehidupan mereka.***

Sumber: Dhani, Dayu Rahma, Vindy Berlian Awanada., & Santi Novitasari. (2019). “Resepsi Ikatan Keluarga Banyuwangi terhadap Mantra Sabuk Mangir”. Satwika, Jurnal Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial, 3(2).

https://ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC/article/view/10243

Ongsrotan

Ongsrotan merupakan salah satu permainan khas Gresik yang kini sudah jarang ditemui. Permainan yang konon banyak dimainkan di kawasan Kota Lama Gresik itu sudah dikenal sejak era 1960-an. Biasanya, permainan ongsrotan bersamaan dengan mainan patil lele, jumpritan dan dromulen.

Permainan ongsrotan biasanya dimainkan saat malam hari. Biasanya dimainkan saat malam bulan Purnama.  Atau istilahnya dikenal dengan permainan padang bulan. Yakni ketika bulan mengalami fase sempurna dan cahayanya terang benderang atau disebut padang bulan. Saat padang bulan, anak perempuan baik masih kecil dan remaja memainkan dolanan tersebut dengan suka cita. Mereka menikmati permainan dengan keindahan cahaya bulan Purnama.

Konon, alat yang digunakan yakni pecahan lempengan genting atau ubin. Kemudian, tanah digaris sebagai pembatas permainan. Anak-anak langsung bermain dengan lembengan genting atau ubin dengan melemparnya masuk ke dapan kotak pembatas ongsrotan.

Dalam permainan ongsrotan ini, jumlah pemain tidak dibatasi. Hanya, jumlah pemain seharusnya genap dan berpasangan. Meski yang menang maupun kalah tidak mendapat hadiah, atau hukuman, namun dolanan itu melatih kebersamaan, ketangkasan, keseimbangan fisik.

 

sumber: https://radargresik.jawapos.com/lifestyle/83937574/ongsrotan-dolanan-gresik-di-atas-ubin-dimainkan-saat-padang-bulan 

Zoya Herawati

Zoya Herawati, lahir di kota Gresik, 21 Agustus 1956. Ayahnya seorang mantan militer dan direktur sebuah perusahaan swasta di Surabaya, bernama M. Gesang Ide Santosa dan ibunya bernama Dewi Djulaikah. Zoya merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Dia menikah dengan Mardani seorang pekerja swasta pada tanggal 14 Februari 1980. Bersama Mardani ia mempunyai dua anak, yakni Lantip Anjar Wiguna (1981) dan Qur’aini Yuniar Rahmadani (1985). Pendidikan Zoya Herawati, sejak SD, SMP dan SMA diselesaikan di kota Surabaya. Selesai SMA ia melanjutkan kuliah di Fakultas Sastra Inggris, Universitas Ukraina, USSR (Rusia), dengan gelar Sarjana Sastra Inggris. Pendidikan informal yang pernah ditempuh tentang Marxisme dan Leninisme di Rusia. Dalam perjalanan hidupnya, Zoya Herawati mengaku pernah menjadi reporter/wartawan di Yogyakarta, pada tahun 1976 hingga 1979. Selain itu, Zoya lebih banyak menulis lepas di berbagai koran dan majalah, baik esai, cerpen, novel, dan puisi. Tahun 1989, Zoya Herawati, menjadi guru bidang studi bahasa Inggris, di sekolah swasta di kota Surabaya. Pekerjaan guru ini ditekuninya hingga sekarang ini. Zoya mulai gemar menulis karya sastra sejak di SMA, naskah pertama-nya dimuat di majalah Tribune Jakarta, tahun 1972. Dalam perjalanan menulis karya sastra, Zoya telah banyak mendapatkan penghargaan, antara lain Juara I Lomba Penulisan Esai SLTA (1972), Juara I Lomba Cerpen Dewan Kesenian Surabaya (DKS) dan Majalah Liberty (1982), Juara IV Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1998, dan juara I Buku Terbaik versi IKAPI (2000). Karya-karya perempuan yang sekarang tinggal di Wisma Tengger XIV/12 Surabaya ini di antaranya adalah The Black September 1965 (Shopisticated— Grecee Yunani, 1985), Jamaloke, novel (Jawa Pos, 1993), Rumah di Jantung Kota (novel, Surabaya, 1994), Malcom X, (sebuah otobiografi, Risalah Gusti Surabaya, 1995), Prosesi (Balai Pustaka, 1998), Rabiah AlAdawiyah (Risalah Gusti Surabaya, 1999), Dunia Perempuan, (kumpulan cerpen, Grasindo Jakarta, 2000), Kembang Setaman (kumpulan cerpen, Titie Said Jakarta, 2001), Warisan, (novel, Grasindo Jakarta, 2005), dan Derak-derak, (novel, Ombak Yogya, 2005).

Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur Jalin Kerja Sama dengan Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Jawa Timur

Jumat, 5 April 2024, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBPJT) menerima kedatangan dari tim Ikatan Guru Indonesia (IGI) Wilayah Jawa Timur. Tim IGI yang hadir terdiri atas empat orang guru dan diketuai oleh Bapak Sukari, S.Pd., M.Pd. Tim ini disambut oleh Kepala Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur, Dr. Umi Kulsum, M.Hum dan tim kerja sama BBPJT. Maksud kedatangan dari tim IGI ini adalah untuk melakukan penandatanganan dokumen Pelaksanaan Kerja Sama antara Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur dengan IGI Wilayah Jawa Timur. Kerja sama yang dijalin adalah tentang Pengembangan dan Pembinaan Kebahasaan dan Kesastraan pada program Gerakan Literasi dan Uji Kemahiran Berbahasa Indonesia (UKBI). Ruang lingkup kerja sama yang dilaksanakan meliputi penyelenggaraan tes UKBI bagi guru dan siswa, publikasi atau penyampaian informasi mengenai kegiatan di Balai Bahasa bagi siswa dan guru, dan pelaksanaan kegiatan literasi. Kepala BBPJT, Dr. Umi Kulsum, S.S., M.Hum menyambut baik upaya IGI Jatim yang berupaya untuk mempererat kerja sama untuk memajukan pendidikan terkait bahasa dan sastra.

Implementasi Kegiatan Patok-Banding ZI-WBK, BBPJT Menerima Kunjungan dari Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI

Jumat, 5 April 2024, Balai Bahasa Provinsi Jawa Timur (BBPJT) menerima kunjungan dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI, Mojokerto. Kunjungan dari BPK ke BBPJT diimplimentasikan dalam bentuk kegiatan Patok-Banding Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK), mengingat BBPJT juga merupakan salah satu instansi peraih ZI-WBK di tahun 2022. 

Kegiatan kunjungan patok-banding ZI-WBK ini digunakan untuk saling memberi masukan terkait hal apa saja yang perlu dipersiapkan untuk meraih ZI-WBK, mengingat BPK juga sudah mulai berproses untuk mengajukan ZI-WBK. Kunjungan patok-banding ini diterima langsung oleh Kepala BBPJT, Dr. Umi Kulsum, M.Hum., Kasubag Umum, Ary Setyorini, S.Pd., perwakilan dari pengungkit 1, Puspa Ruriana, M.Hum., pengungkit 2, Dwi Puspa Agustina, S.E., pengungkit 3, Erlinda Sibarani, S.E., pengungkit 4, Indri Novi Harawati, S.S., pengungkit 5, Dra. Titin Sumarni., dan pengungkit 6, Siti Komariyah, S.Pd.

Kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Kepala BPK Wilayah XI, Endah Budi Heryani, S.S., M.M. dan tiga staf BPK, yaitu Anton Hariyanto, S.Kom., M.Si., Hany Yuliansyah, dan Firdaus Ardiansyah, S.E. Dalam kegiatan diskusi, Ibu Umi memberikan sedikit gambaran terkait Patok-Banding dan Pendampingan Pembangunan ZI-WBK yang memberikan pemahaman lebih baik terkait konsep ZI-WBK dan langkah-langkah yang harus diambil oleh Balai Pelestarian Kebudayaan untuk mewujudkannya. Tim Balai Pelestarian Kebudayaan telah membentuk kelompok kerja yang bertanggung jawab atas perencanaan dan implementasi rencana aksi pembenahan.

Di akhir pemaparan, Ibu Umi menyampaikan bahwa (1) masing-masing kelompok kerja diharapkan dapat segera menyusun rencana aksi pembenahan berdasarkan hasil diskusi dan bimbingan teknis yang pernah dilakukan; (2) Balai Pelestarian Kebudayaan perlu melakukan pemantauan dan mengevaluasi implementasi ZI-WBK secara berkala; dan (3) kegiatan lanjutan dalam bentuk pelatihan dan pendampingan perlu dijadwalkan sesuai dengan kebutuhan.

Istana Gebang atau Ndalem Gebang

Istana Gebang atau Ndalem Gebang dulunya merupakan rumah kedua orang tua Bung Karno Sang tokoh Proklamator sekaligus presiden RI pertama Republik Indonesia. Terletak di Jalan Sultan Agung No.59 Kelurahan Sananwetan, sekitar 1 kilometer dari PIPP dan 2 kilometer dari stasiun Kota Blitar.Kondisi Istana Gebang masih dalam keadaan seperti aslinya. 

Wisatawan dapat melihat interior dan furniture asli, lukisan dan foto sejarah Bung Karno. Istana Gebang juga mempunyai area parkir yang aman dan cukup luas, gedung kesenian, toilet umum serta depot makan dan minum disekitarnya. Baru-baru ini Istana Gebang mendapatkan hadiah patung Bung Karno ukuran besar kisaran 2 meter dari seniman Jakarta.

Sumber: https://pariwisata.visitblitar.com/destinasi-pariwisata/detail/istana-gebang-atau-ndalem-gebang 

Yunani

Yunani tergolong perempuan pengarang sastra Jawa yang produktif. Cerita bersambungnya telah dimuat di berbagai media massa berbahasa Jawa dan tidak sedikit yang sudah terbit dalam bentuk buku. Yunani lahir di Tuban tanggal 2 Februari 1946 dengan nama Sri Wahyuni. Ia adalah anak kelima yang lahir dari pasangan R. Ajeng Soewarni dan R. Soediyono yang berasal dari Solo. Pendidikan formalnya adalah SR (1952— 1958), SMP (1958—1961), SMA (1961—1964) yang ditempuh di kota kelahirannya, Tuban. Setelah lulus dari SMA, ia melanjutkan ke pendidikan tinggi (keguruan) di kota Bojonegoro. Ia mengajar di SMP Nusantara Cepu tahun 1965— 1966. Tahun 1966, ia hijrah ke Surabaya dan menggeluti dunia swasta selama setahun. Sejak tahun 1980, ia bekerja tetap sebagai wartawan dan redaktur mingguan bahasa Jawa, Jaya Baya, hingga sekarang. Ia menikah dengan Ismail Hadi Nugraha dan dikarunia tiga orang anak. Media yang pertama kali memuat tulisannya adalah Jaya Baya. Kemampuannya di bidang menulis diakuinya sebagai karunia Allah dan bakat alam. Kedua faktor itu dikembangkan dengan baik dan dalam perjalanan proses kreatifnya, ia mengaku mendapat bantuan dari Balai Bahasa Yogyakarta dan media berbahasa Jawa yang telah menerbitkan karya-karyanya. Pada umumnya, karyakaryanya berupa novel, antara lain Dokter Wulandari (1998, Balai Pustaka), Katresnan Lingsir Sore (2000, Citra Jaya Murti Surabaya), Rumpile Ati Wanita, Ayu Sri Rahayu, Sedhulur Lanang, Sumilaking Pedhut Klawu, Prahara I, Prahara II, Pengarep-Arep Sacuwil ing Tlatah Mencil, Emas Putih, Mega Klawu Ing Wulan Penganten, Cemara-Cemara Puskesma, Sumiliring Angin Padesan, Kadho Kagem Ibu, Rengat-Rengat Ing Kaca Bening, Bebanten, Ibu, Kadurakan ing Sekar Putih, Rembulan ing Dhuwur Kutha, Putu, dan Angin Saka Paran. Adapun karyanya yang ditulis dalam bahasa Indonesia, antara lain berupa cerita bersambung adalah “Menggapai Cinta yang Tertinggal” (Surabaya Post, 1992). Selain itu, ada juga karya berbahasa Indonesia berupa cerita untuk anak-anak seperti Panji Kelaras, Perjalanan ke Timur, Kartini Kecil yang diterbitkan oleh Citra Jaya Murti Surabaya. Adapun karyanya yang berupa geguritan dan terbit dalam antologi bersama, antara lain: (1) “Iki Tresnaku”, “Jiarah”, “Paceklik”, dalam Negeri BayangBayang (Festival Seni Surabaya, 1996); (2) “Bedugul”, “Ubud”, “Jojogan”, “Tuban”, “Kanggo Daddy”, “Kanggo Priya Kang Nyundhukake Kembang Mlati ing Rambutku”, “Wis Ora Ana Maneh Kanggo Kowe”, “Chrysant”, “Bougenville”, dan “Amarillys” dalam Kalung Barleyan (LPPM IKIP Surabaya); dan, (3) “Memori” dalam Drona Gugat (Bukan Panitia Parade Seni WR Supratman, 1995).