Tari Ghambhu merupakan tarian dari Kabupaten Sumenep dan merupakan tari berpasangan yang bertemakan keprajuritan. Secara koreografi, tari Ghambhu termasuk dalam tari putra berpasangan yang dapat dibawakan dalam bentuk duet (2 penari) atau kelompok dengan komposisi penari berjumlah genap: 4 penari-6 penari, dan seterusnya. Tari Ghambhu secara historis belum ada data tertulis, namun berdasarkan bentuk dan tema tari secara visual diduga merupakan “tranformasi dari tradisi olah keprajuritan para prajurit-prajurit kraton pada masa lampau” Menurut beberapa sumber di antaranya pelaku seni tari Ghambhu sudah generasi kelima atau sekitar 200-an tahun yang lalu sudah ada tari Ghambhu. Pada waktu itu ditampilkan tari Ghambhu Taming yang diundang ke keraton sebelum prajurit berangkat perang dan setelah pulang perang.
Tari Ghambhu di wilayah Sumenep ada tiga versi atau gaya, yaitu:
1. Tari Ghambhu Rangsang dari Batuputih
Tari Ghambhu Rangsang menggambarkan kebangkitan kembali rasa keberanian seorang satria (lelaki), yang diekspresikan melalui gerak bersolek
2. Tari Ghambhu Taming dari komunitas Rukun Perawas Desa Slopeng.
Kemunculan tari Ghambhu Taming tidak lepas dari perkembangan Topeng Dhalang di Sumenep. Bila dilihat dari perkembangan tari Ghambhu yang kemudian ditarik ke belakang dengan perhitungan yang dimulai dari proses perkembangan Topeng Dhalang yaitu sejak Moncari kemudian Mistahab, Lubanjir (Juserep) hingga Supakra maka tari Ghambhu Taming diperkirakan berkembang sejak abad ke XVII (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1990/ 1991: 8).
3. Tari Ghambhu Keris versi keraton.
Tari Ghambhu Kêrres merupakan tari Ghambhu versi keraton yang digubah oleh Taufiqurachman (Almarhum). Tari Ghambhu Kêrres diprakarsai oleh seniman tari Sumenep Taufiqurachman pada tahun 1990-an. Taufiqurachman merupakan salah seorang seniman tari dari Kabupaten Sumenep yang pernah menempuh pendidikan seni di ASRI dan di PLT Bagong Kussudiarjo Yogyakarta.
Kemudian dalam perkembangannya ada Tari Ghambhu Pamungkas sebuah tarian pembuka dalam pertunjukan Topeng Dhalang yang secara koreografi merupakan tari kelompok putra berpasangan dengan tema prajurit berlatih perang. Tari Ghambhu Pamungkas yang sekarang sering tampil dalam acara pembuka pertunjukan Topeng Dhalang adalah hasil gubahan atau kreativitas pelaku seni dari Komunitas atau Grup Rukun Pewaras Desa Slopeng Kecamatan Dasuk.
Tari Ghambhu Sumenep, selain memiliki nilai historis, fungsi ritual dan hiburan juga memiliki makna filosofis dan nilai budaya. Makna filosofis pada tari Ghambhu yang menggambarkan adegan perang yang 41 diawali sembah untuk mempersiapkan diri dan mohon doa kepada Tuhan agar memperoleh kesuksesan. Properti menggunakan keris bukan sebagai senjata tetapi sebagai pusaka sehingga dikeluarkan bilamana perlu atau terpaksa sebagai senjata. Kemudian busana atau kostum yang digunakan menggambarkan tokoh pewayangan, seperti gerak alus karakter Arjuna, sedangkan gerak kasar tokoh-tokoh jahat. Dalam kostum terdapat ukiran pada masa Majapahit berupa daun/ tumbuhan bahwa menggambarkan tumbuh itu hidup.
Tari Ghambhu memiliki nilai budaya, di antaranya nilai estetis, heroik dan spiritual. Nilai estetis atau keindahan dapat dilihat dari pola gerak yang memadukan gerak alus dan gagahan sehingga menjadi gerak dinamis yang mengandung makna simbolis. Keindahan ini dapat dilihat gerak tari yang halus sampai gerak yang dinamis. Nilai heroik, karena tema tari Ghambhu menggambarkan keprajuritan yang menampilkan nilai-nilai keberanian dan ketangkasan sebagai seorang prajurit keraton. Tari Gambhu sebagai sarana pembentuk karakter jiwa kesatria. Pembentukan karakter ini bisa melalui kedisiplinan, beolah fisik dan berolah batin dan ini akan membentuk karakter penarinya. sedangkan nilai spiritual dapat dilihat pada pola gerak prinsip keblat papat lima pancer yang merupakan arah mata angin yang diidentikan dengan sedulur (saudara) di empat wilayah ikut menjaga diri manusia, arah timur dilambangkan warna putih artinya suci, arah selatan warna merah artinya membimbing diri manusia melakukan perbuatan, arah barat warna kuning artinya cahaya manusia, dan arah utara warna hitam artinya sifat kegelapan. Keempat zat tersebut senantiasa ikut mendampingi diri manusia dalam mengalami kehidupan, sedangkan lima pancer, pusatnya (pancer) ada di dalam diri masing-masing penari.
sumber: https://kikomunal-indonesia.dgip.go.id/home/explore/cultural/29947
