Tenun Ikat Bandar Kidul merupakan warisan budaya yang bernilai tinggi, tidak hanya bagi masyarakat Kediri, tetapi juga bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Wilayah Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, dikenal sebagai pusat produksi kain tenun ini karena banyaknya perajin dan industri rumahan yang beroperasi di kawasan tersebut. Berdasarkan informasi dari laman resmi Direktoral Jendela Kebudayaan, Kementerian Kebudayaan, industri tenun pertama sudah berdiri di masa penjajahan yang bernama Tenoen 1925 milik Djie Ting Hian. Pada tahun 1925, usaha ini mendatangkan sekitar 150 alat tenun beserta tenaga kerja terlatih dari Hindia Belanda. Para tenaga ahli ini kemudian melatih penduduk lokal untuk menenun yang menandai awal mula berkembangnya tenun di Kediri.
Memasuki era 1950-an, industri tenun semakin berkembang. Masyarakat mulai memproduksi sarung palikat, yaitu sarung bermotif kotak. Namun, kemajuan teknologi yang membawa masuk mesin tenun modern membuat harga kain menjadi lebih murah dan menimbulkan tantangan bagi perajin tradisional. Untuk bertahan, para perajin pun melakukan inovasi dengan menciptakan sarung goyor kembang bermotif lebih bervariasi.
Proses pembuatan kain tenun melibatkan banyak tahapan dan dikerjakan dengan sangat teliti. Secara garis besar, proses ini terbagi menjadi dua tahap utama: pembuatan lungsi (benang dasar) dan pembuatan pakan (benang motif). Proses lungsi dimulai dari pencelupan benang dengan warna dasar, pemintalan, dan dilanjutkan dengan penyusunan benang yang sudah dipintal pada alat bernama bum. Setelah itu, menyabung dari benang lama yang telah habis dengan benar baru yang disebut proses grayen. Untuk tahap pakan, diawali dengan pemintalan benang putih, penataan benang di bidangan (reek), pemberian desain pada benang, pengikatan motif dengan tali rafia, dan pencelupan warna. Jika diinginkan warna tambahan, dilakukan teknik pewarnaan kombinasi yang disebut colet. Setelah proses pewarnaan selesai, benang dilepaskan dari ikatan rafia, diurai, lalu dipintal ulang agar bisa digunakan dalam proses tenun menggunakan alat tenun bukan mesin.
Motif dan warna pada kain tenun dari Kediri memiliki daya tarik tersendiri yang memikat banyak konsumen, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Situs resmi Pemerintah Kota Kediri mencatat bahwa produk tenun dari wilayah ini telah berhasil diekspor, seperti sarung goyor ke Timur Tengah dan kain tenun ke Jepang. Berkat inovasi berkelanjutan, kain tenun ikat dari Kediri telah bertransformasi dari produk sederhana, seperti sarung bermotif kotak menjadi aneka produk fashion yang lebih modern. Banyak desainer nasional ternama menjalin kerja sama dengan para perajin tenun untuk menciptakan karya yang tampil dalam peragaan busana, bahkan untuk kebutuhan pasar komersial baik domestik maupun internasional. (MRN)
Sumber: kompasiana.com, diolah
Foto: jatim.jadesta.com, trigger.id